Minggu, 06 Mei 2012

PEGADAIAN - Lembaga Keuangan Bukan Bank




BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang           
Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, pertumbuhan tersebut ditopang juga oleh berbagai sektor perekonomian, seperti sektor keuangan, industri, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya. Melihat sektor keuangan Indonesia ada empat lembaga keuangan yang mempunyai otoritas moneter yaitu BI, LPS, OJK, dan Departemen Keuangan. Lebih spesifik lagi di dalam Departemen Keuangan terdapat Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang mana di dalam LKBB terdapat pegadaian. Pegadaian merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Menurut Siamat (2005: 743) “lembaga semacam ini awalnya berkembang di Italia, yang kemudian dipraktikan di wilayah-wilayah Eropa lainya, misalnya Inggris dan Belanda. Lalu, sistem gadai tersebut dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh orang Belanda (VOC)”.
Berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC, yang mempunyai tugas untuk memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai, kemudian muncul lah bentuk usaha pegadaian di Indonesia. Sejak itu, bentuk usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya. Pegadaian di Indonesia awalnya dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian melalui Staatsblad Tahun 1901 NO.131 tanggal 12 Maret 1901, Gubernur Jenderal Hindia Belanda mendirikan Rumah Gadai Pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi, Jawa Barat. Bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai mana diatur dalam Staatsblad  Tahun 1901 No. 131, tersebut yang berbunyi: “Kedua: Sejak saat itu di bagian Sukabumi kepada siapapun tiak akan diperkenankan untuk memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjamkan uang, tidak melebihi seratus Golden, dengan hukuman, tergantung pada kebangsaan para pelanggar yang diancam dalam pasal 337 KUHP bagi orang-orang Eropa dan pasal 339 KUHP bagi orang-orang BumiPutera”. Kemudian, dengan Staatsblad 1930 No. 266, Rumah Gadai tersebut mendapatkan status dari Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam arti Undang-Undang Perusahaan Hindia Belanda ( Lembaga Hindia Belanda 1927 No. 419) (Siamat, 2005: 743).
Menurut Arthesa & Handiman (2006: 270) Pegadaian telah melakukan berbagai inovasi dengan tujuan meningkatkan kinerja perusahaan. Saat ini beragam produk telah dimanfaatkan oleh masyarakat, tidak hanya untuk kebutuhan dana yang mendesak namun juga telah dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas UMKM. Perum Pegadaian telah menjadi alternatif bagi UMKM karena kemudahan prosedur pemberian pinjaman.
1.2    Rumusan Masalah
Mengacu dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:  
1.      Bagaimana deskripsi dan status hukum Pegadaian?
2.      Bagaimana kepengurusan dan pengawasan Pegadaian?
3.      Bagaimana kegiatan usaha, barang jaminan dan penaksiran Pegadaian?
4.      Bagaimana sumber pendanaan dan pegelolaan pinjaman di Pegadaian?
Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Deskripsi dan Status Hukum
2.1.1 Pengertian Pegadaian
Menurut Arthesa & Handiman (2006: 271) pegadaian merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat, baik bersifat produktif maupun konsumtif, dengan menggunakan hukum gadai. Transaksi pembiayaan yang dilakukan oleh pegadaian pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan pinjaman melalui lembaga perbankan, namun yang membedakannya adalah dasar hukum yang digunakan yaitu hukum gadai.
Menurut Kitab UU Hukum Perdata Pasal 1150, disebutkan “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan” (Siamat, 2005: 743-744).

Triandaru & Budisantoso (2008: 212) mengatakan bahwa Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuanagan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 di atas. Tugas pokok Pegadaian adalah memberi pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal. Banyak masyarakat yang sedang memerlukan pinjaman ataupun mengalami kesulitan keuangan cenderung dimanfaatkan oleh lembaga keuangan seperti lintah darat dan pengijon untuk mendapatkan sewa dana atau bunga tingkat yang sangat tinggi.
2.1.2 Tujuan Pegadaian
Siamat (2005: 745) menjelaskan bahwa, Pegadaian menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan. Berikut adalah tujuan Pegadaian:
a.       Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
b.      Mencegah timbulnya praktik ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Menurut Triandaru & Budisantoso (2008: 212) secara umum, tujuan ideal dari Pegadaian adalah penyediaan dana dengan prosedur yang sederhana kepada masyarakat luas terutama kalangan menengah ke bawah untuk berbagai tujuan, seperti konsumsi dan produksi. Keberadaan Pegadaian juga diharapkan untuk menekan munculnya lembaga keuangan nonformal yang cenderung merugikan masyarakat seperti pengijon, pegadaian gelap, bank gelap, renternir, dll. Lembaga keuangan nonformal tersebut cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak masyarakat, keterbatasan informasi masyarakat, dan keterisolasian suatu masyarakat di daerah tertentu untuk memperoleh tingkat keuntungan sangat tinggi secara tidak wajar.
2.1.3 Manfaat Pegadaian
Triandaru & Budisantoso (2008: 222-223) mengatakan bahwa manfaat pegadaian dapat dilihat dari 2 aspek yakni dari aspek nasabah dan bagi Pegadaian sendiri.
a.    Bagi Nasabah
Manfaat utama yang diperoleh oleh nasabah yang meminjam dari Pegadaian adalah ketersediaan dana dengan prosedur yang dirasa relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Di samping itu, mengingat jasa yang ditawarkan oleh Pegadaian tidak hanya jasa pegadaian, maka nasabah juga dapat memperoleh manfaat antara lain:
1.      Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari pihak atau institusi yang telah berpengalaman dan dapat dipercaya. Penaksiran atas suatu barang antara penjual dan pembeli sering sulit sampai pada suatu kesepakatan yang sama. Untuk mengatasi perbedaan persepsi atas nilai sutau barang, kedua belah pihak bisa menghubungi Pegadaian sebagai pihak yang netral untuk melakukan penaksiran atas barang tersebut.
2.      Penitipan sutau barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya. Nasabah yang akan bepergian merasa kurang aman menempatkan barang bergeraknya di tempat sendiri atau tidak mempunyai sarana penyimpanan suatu barang bergerak dapat menitipkan barangnya di Pegadaian.
b.    Bagi Pegadaian
Manfaat yang dirasakan oleh Pegadaian sesuai jasa yang diberikan kepada nasabahnya adalah
1.      Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.
2.      Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu dari Perum Pegadaian.
3.      Pelaksanaan misi Pegadaian sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif sederhana.
4.      Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990, laba yang diperoleh oleh Perum Pegadaian digunakan untuk dana pembangunan semesta (55%), cadangan umum (20%), cadangan tujuan (5%), serta dana sosial (20%).
2.1.4 Status Hukum Pegadaian
Siamat (2005: 744) mengatakan bahwa, status Pegadaian awalnya merupakan Perusahaan Negara (PN) Pegadaian berdasarkan UU No. 19 Prp. 1960 jo. Peraturan Pemerintah RI No. 178 Tahun 1961 tanggal 3 Mei 1961 tentang pendirian Perusahaan Pegadaian (PN Pegadaian). Kemudian, status badan hukum PN Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1969 tanggal 11 Maret 1969 tentang perubahan kedudukan PN Pegadaian menjadi jawatan Pegadaian jo. UU No. 9 Tahun 1969 tanggal 1 Agustus 1969 dan penjelasannya mengenai bentuk-bentuk usaha negara dalam Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero). Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya, bentuk Perjan Pegadaian kemudian berubah menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990.
Dengan perubahan status dari Perjan menjadi Perum, pegadaian diharapkan akan lebih mampu mengelola usahanya dengan lebih profesional dan business oriented tanpa meninggalkan tujuan awalnya, yaitu penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai, dengan pasar sasaran adalah masyarakat golongan ekonomi lemah, dan dengan cara mudah, cepat, aman, dan hemat sesuai dengan motonya menyelesaikan masalah tanpa masalah.Perum Pegadaian sampai saat ini merupakan satu-satunya lembaga formal di Indonesia yang berdasarkan hukum, diperbolehkan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyaluran kredit atas dasar hukum gadai.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2011, mulai tanggal 1 April 2012 status hukum Perum Pegadaian berubah menjadi Persero. Menurut BUMN (2006) langkah ini diambil Pegadaian sebagai konsekuensi logis dari dinamika internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan. Secara internal Pegadaian dipicu oleh semakin meningkatnya rasio antara hutang dan ekuitas, semakin beragamnya produk, meningkatnya kebutuhan modal kerja, serta meningkatnya tuntutan produktivitas pegawai dan kompensasi upah yang memadai. Sementara secara eksternal, didorong oleh semakin meningkatnya persaingan bisnis gadai (apalagi pasca diundangkannya UU Jasa Gadai dalam waktu dekat).


2.2    Kepengurusan dan Kepengawasan
Siamat (2005: 744-745) mengatakan bahwa Pegadaian saat ini dipimpin dan dikelola oleh Dewan Direksi, terdiri atas seorang Direktur Utama dan tiga Direktur serta dibantu dengan unit-unit pendukung lainnya. Pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dilakukan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan. Masa jabatan anggota direksi maksimal lima tahun dan dapat diangkat kembali. Pembinaan dan pengawasan umum terhadap kegiatan usaha Pegadaian dilakukan oleh Menteri Keuangan yang dibantu oleh Direktur Jendral bedasarkanketentuan yang ditetapkan Menteri Keuangan.
   Dalam pelaksanaan pengawasan intern perusahaan, direktur membentuk satuan pengawasan Intern. Kemudian, dalam melaksanakan fungsi pengawasan tersebut Menteri keuangan menunjuk Dewan Pengawas yang anggota-anggotanya diangkat dan diberhentuikan  oleh Presiden atas usul Menteri keuangan. Jumlah anggota Dewan Komisaris ini minimal terdiri dari dua orang dan maksimal lima orang yang terdiri atas ketua dan anggota. Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pelaksanaan pengawasan terhadap Menteri Keuangan serta mengawasi pengelolaan kuangan Pegadaian agar badan usaha ini tidak mengalami kerugian yang dapat memberatkan keuangan Negara. Masa jabatan ketua dan anggota Dewan Pengawas alah tiga tahun dan dapat diangkat kembali.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No 103 tahun 2000 Tentang Perum Pegadaian, kepengurusan dan pengawasan Pegadaian adalah sbb.
Bagian ketujuh Dewan Direksi, terdiri dari 14 pasal yaitu:
a.       Pasal 17 mengenai kepengurusan, jumlah anggota, dan perubahan anggota yang terjadi pada Dewan Direksi
b.      Pasal 18 & Pasal 19 mengenai syarat menjasi anggota direksi dan larangan adanya hubungan keluarga dalam anggota Direksi
c.       Pasal 20 mengenai larangan pemangkuan jabatan oleh anggota Direksi dalam rangka tertentu
d.      Pasal 21 mengenai pengangkatan, pemberhatian dan masa jabatan anggota Direksi
e.       Pasal 22 mengenai pemberhentian, alsan dan penyebab pemberhentian anggota direksi
f.       Pasal 23 mengenai tugas dan wewenang Direksi
g.      Pasal 24 & Pasal 25 mengenai ketentuan dan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas
h.      Pasal 26, Pasal 27, & Pasal 28 mengenai pelaksanaan tugas dan rapat Direksi
i.        Pasal 29 & Pasal 30 mengenai rencana kerja dan anggaran peusahaan.
Bagian kedelapan Dewan Pengawas Pengawas, terdiri dari 13 pasal yaitu:
a.       Pasal 31- Pasal 34 mengeanai pembentukan dan keanggotaan Dewan Pengawas dan ketentuan-ketentuan umum
b.      Pasal 35 &Pasal 36 mengenai pengangkatan aggota dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas
c.       Pasal 37 mengenai tugas Dewan Pengawas
d.      Pasal 38 mengeanai kewajiban Dewan Pengawas
e.       Pasal 39 mengeanai wewenang Dewan pengawas
f.       Pasal 40 & Pasal 41 mengenai pengangkatan sekretaris dan bantuan tenaga ahli Dewan Pengawas
g.      Pasal 42 mengenai biaya pelaksanaan tugas oleh Dewan Pengawas
h.      Pasal 43 mengenai rapat dan keputusan Dewan Pengawas
Bagian kesembilan Pengawasan Intern, terdiri dari 5 pasal yaitu:
a.       Pasal 44 dan Pasal 45 mengenai pelaksananaan dan tugas Pengawas Intern
Pasal 46, Pasal 47, & Pasal 48 mengenaikewajiban Pengawas Intern

2.2.1 Hak dan Kewajiban Para Pihak
Menurut Yuanita (2007) para pihak (pemegang dan pemberi gadai)masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan kewajibannya adalah sebagai berikut.
a.       Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai
Pemegang Gadai adalah Pihak yang menerima barang dalam bentuk gadai sebagai jaminan pembayaran utang.
1.      Hak Pemegang Gadai
a)      Pemegang gadai berhak untuk menjual barang yang digadaikan, yaitu apabila pemberi gadai pada saat jatuh tempo atau  pada waktu yang ditentukan tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang yang berutang. Sedang hasil penjualan barang jaminan tersebut diambil sebagian untuk melunasi utang pemberi gadai dan sisanya dikembalikan kepadanya.
b)      Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan barang jaminan.
c)      Selama utangnya belum dilunasi, maka pemegang gadai berhak untuk menahan barang jaminan yang diserahkan oleh pemberi gadai (Hak Retentie).
2.      Kewajiban Pemegang Gadai
a)      Pemegang gadai berkewajiban bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga barang yang digadaikan jika itu semua atas kelalaiannya.
b)      Pemegang gadai tidak dibolehkan menggunakan barang-barang yang digadaikan untuk kepentingan sendiri.
c)      Pemegang gadai berkewajiban untuk memberi tahu kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang gadai.
b.      Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai
Pemberi Gadai adalah Pihak yang menyerahkan barang dalam bentuk gadai sebagai jaminan utang.
1.      Hak Pemberi Gadai
a)      Pemberi gadai mempunyai hak untuk mendapatkan kembali barang miliknya setelah pemberi gadai melunasi utangnya.
b)      Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang gadai bila hal itu disebabkan oleh kelalaian pemegang gadai.
c)      Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan sisa dari penjaualn barangnya setelah dikurangi biaya pelunasan utang, sewa modal dan biaya lainnya.
d)     Pemberi gadai berhak meminta kembali barangnya bila pemegang gadai telah jelas menyalahgunakan barangnya.
2.      Kewajiban Pemberi Gadai
a)      Pemberi gadai berkewajiban untuk melunasi utang yang telah diterimanya dari pemegang gadai dalam tenggang waktu yang telah ditentukan termasuk sewa modal dan biaya lainnya yang telah ditentukan pemegang gadai.
b)      Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi utangnya kepada pemegang gadai.

2.3    Kegiatan Usaha, Barang Jaminan, dan Penaksiran
2.3.1 Kegiatan Usaha
Kegiatan usaha atau kegiatan operasional Perum Pegadaian menurut Siamat (2005: 745) meliputi lima hal, yaitu:
a.       Menyalurkan uang pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.
Triandaru & Budisantoso (2008: 215) menjelaskan bahwa, penyaluran atau pemberian uang pinjaman atas dasar hukum gadai berarti mensyaratkan pemberian pinjaman atas dasar penyerahan barang bergerak oleh penerima pinjaman. Konsekuensi pertamanya adalah jumlah atau nilai pinjaman yang diberikan kepada masing-masing peminjam sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang akan digadaikan. Pinjaman ini pada dasarnya adalah kredit jangka pendek dengan memberikan pinjaman uang tunai dari Rp. 10.000,00 sampai dengan Rp. 20.000.000,00 dengan jaminan benda bergerak, dan prosedur yang mudah serta pelayanan yang cepat.
Sewa modal (bunga) pinjaman di pegadaian merupakan pinjaman dengan jangka waktu selama 4 bulan. Apabila telah melewati batas pinjaman, nasabah dapat memperpanjang dengan cara membayar sewa modal (bunga) atau dapat menebus barang jaminannya. Namun apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh nasabah maka pegadaian berhak untuk melelang barang jaminan yang bersangkutan. Berikut adalah tarif pinjaman saat ini berdasarkan besarnya pinjaman.

Tabel 2.1 Penggolongan Uang Pinjaman dan Tarif Pinjaman
Golongan
Besar Pinjaman
Tarif Pinjaman per 15 Hari
A
Rp. 20.000,00 s/d Rp. 150.000,00
0,75%
B
Rp. 151.000,00 s/d Rp. 500.000,00
1,20%
C
Rp. 505.000,00 s/d Rp. 20.000.000,00
1,30%
D
Rp. 21.000.000,00 s/d Rp.200.000.000,00
1,75%
      
Sumber: Pegadaian (2012)

a.       Jasa penaksiran nilai barang
Siamat (2005: 745) mengatakan bahwa pegadaian memberikan pelayanan kepada masyarakat yang ingin mengetahui berapa besar nilai riil barang yang dimilikinya melalui jasa taksiran. Lebih lanjut lagi, Triandaru & Budisantoso (2008: 216) berpendapat bahwa, jasa tersebut dapat diberikan oleh Pegadaian karena perusahaan ini mempunyai peralatan penaksir serta para petugas yang telah berpengalaman dan terlatih dalam menaksir nilai suatu barang yang akan digadaikan. Barang yang akan ditaksir pada dasarnya meliputi semua barang bergerak yang bisa digadiakan, terutama emas, berlian dan intan. Masyarakat yang memerlukan jasa penaksiran ini pada umumnya ingin mengetahui nilai jual wajar atas barang berharganya yang akan dijual, dan atas jasa penaksiran tersebut masyarakat diwajibkan membayar ongkos penaksiran kepada Pegadaian.
b.      Jasa penitipan barang
Seperti yang telah diuraikan di atas, salah satu kegiatan Pegadaian adalah menyalurkan uang pinjaman atas dasar gadai, maka untuk mendukung kegiatan tesebut Perum Pegadaian memiliki Gudang dan tempat penyimpanan barang bergerak untuk menyimpan barang-barang yang digadaikan oleh masyarakat. Triandaru & Budisantoso (2008: 216) menjelaskan bahwa, gudang dan tempat penyimpanan tersebut tidak selalu dimanfaatkan penuh atau terkadang terdapat kapasitas menganggur. Kapasitas yang menganggur tersebut kemudian dimanfaatkan untuk memberikan jasa penitipan barang. Alasan masyarakat penggunakan jasa penitipan barang di Perum Pegadaian salah satunya adalah faktor keamanan, terutama bagi masyarakat yang akan meninggalkan rumahnya untuk jangka waktu yang lama. Tarif jasa penitipan barang di Perum Pegadaian disesuaikan dengan jenis barang yang dititipkan dan lama penitipan, seperti yang tertera di Tabel 2.2 Tarif Penitipan Barang.

Tabel 2.2 Tarif Penitipan Barang
Jenis
Lama Penitipan
Biaya
Dokumen dan surat berharga
2 minggu
Rp. 1.500,00

1 bulan
Rp. 2.000,00

3 bulan
Rp. 5.800,00

6 bulan
Rp. 11.100,00

12 bulan
Rp. 20.000,00
Perhiasan dan barang kecil
2 minggu
Rp. 2.000,00

1 bulan
Rp. 2.500,00

3 bulan
Rp. 7.200,00

6 bulan
Rp. 18.900,00

12 bulan
Rp. 25.000,00
Barang gudang ukuran besar
2 minggu
Rp. 2.500,00

1 bulan
Rp. 3.000,00

3 bulan
Rp. 8.700,00

6 bulan
Rp. 16.700,00

12 bulan
Rp. 30.000,00
Barang gudang ukuran sedang
2 minggu
Rp. 2.000,00

1 bulan
Rp. 2.500,00

3 bulan
Rp. 7.200,00

6 bulan
Rp. 13.900,00

12 bulan
Rp. 25.000,00
Barang gudang ukuran kecil
2 minggu
Rp. 1.000,00

1 bulan
Rp. 4.300,00

3 bulan
Rp. 4.300,00

6 bulan
Rp. 8.300,00

12 bulan
Rp. 15.000,00

Sumber: Triandaru & Budisantoso (2008: 216-217)

c.       Bekerja sama dengan pihak ketiga dalam memanfaatkan aset milik perusahaan di bidang bisnis property seperti dalam pembangunan gedung kantor dan pertokoan dengan system Buld, Operate, and Transfer (BOT).
d.      Kredit pegawai, yaitu kredit yang diberikan kepada pegawai yang berpenghasilan tetap.
Selain kelima kegiatan usaha yang telah dijelaskan di atas, Triandaru & Budisantoso (2008: 217-218) menambahkan lima jasa lain yang termasuk dalam kegiatan usaha Perum Pegadaian. Lima jasa lain tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Penjualan Koin Emas ONH
Nasabah yang ingin mempersiapkan dana untuk pergi haji dapat membeli koin emas ONH yang tersedia dalam berbagai pilihan berat, baik sekali saja maupun secara rutin. Setelah koin emasa ONH dianggap mencukupi (sekitar 250-300 gram), maka secara otomatis nasabah tersebut akan didaftarkan sebagai calon Jemaah haji melalui Sistem Haji Terpadu. Namum pembelian emas tidak harus selalu untuk pergi haji, tetapi dapat pula untuk tujuan investasi lain.
b.      Krasida
Krasida adalah Kredit Angsuran Sistem Gadai, yang merupakan pemberian pinjaman kepada para pelaku UMKM atas dasar gadai yang pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran. Pemberian Krasida ini dilakukan dalam rangka pengembangan UMKM.
c.       Kreasi
Kreasi adalah Kredit Angsuran Fidusia. Produk jasa ini merupakan modifikasi dari Kredit Kelayakan Usaha, yang memberikan pinjaman kepada para pelaku UMKM dengan konstruksi penjaminan secara fidusia dan pengembalian pinjaminannya dilakukan melaui angsuran. Menurut Arthesa & Handiman (2006: 273), kredit atas dasat fusidia adalah pengikatan jaminan dengan lembaga pengikatan jaminan secara sempurna dan memberikan hak preferen kepada kerditur.
d.      Kresna
Kresna (Kredit Serba Guna) merupakan pemberian pinjaman kepada pegawai//karyawan dalam rangka kegiatan produktif atau konsumtif dengan cara pengembalian angsuran.

e.       Galeri 24
Galeri 24 yaitu toko emas milik Perum Pegadaian yang khusus merancang desain dan menjual perhiasan emas dengan Sertifikan Jaminan sesuai karatase perhiasan emas. Perhiasan yang dijual di toko emas Galeri 24 merupakan produk yang dibuat oleh Pegadaian, bukan barang jaminan nasabah yang tidak ditebus.
Sedangkan menurut Arthesa & Handiman (2006: 272-274), kegiatan usaha Perum Pegadaian terdiri dari dua macam, yaitu aktivitas pembiayaan dan aktivitas jasa non-gadai. Yang dimaksud dengan aktivitas pembiayaan adalah penyaluran dana yang berasal dari modal perusahaan atau dana-dana yang berhasil dihimpun oleh Perum Pegadaian, dan tentu saja atas dasar hukum gadai. Sedangkan aktivitas jasa non gadai tersebut terdiri dari penitipan barang, penaksiran nilai barang, dan Gold Counter.
Selain kegiatan usaha yang telah disebutkan di atas, Pegadaian juga memiliki beberapa kegiatan usaha lainnya seperti Gadai Syariah yang terdiri dari Rahn, Amanah, dan Arum, selain itu terdapat pula layanan Investa, Kagum, Kremada, Krista, Kucica, Langen Palikrama, dan Pegadaian G-Lab (Pegadaian, 2012).
2.3.2 Barang Jaminan
Terdapat beberapa jenis barang yang dapat diterima oleh Pegadaian sebagai barang jaminan, barang-barang tersebut menurut Siamat (2005: 746) antara lain:
a.       Barang perhiasan, yaitu semua perhiasan yang dibuat dari emas, perak, platina, intan, mutiara, dan batu mulia.
b.      Barang elektronik, seperti TV, lemari es, radio, tape recorder, kamera, radio cassete, dll.
c.       Kendaraan, seperti mobil, sepeda motor, dan sepeda.
d.      Barang rumah tangga, seperti benda pecah belah, perlengkapan dapur, perlengkapan makan, dll.
e.       Mesin, seperti mesih jahit dan mesin motor kapal.
f.       Tekstil, seperti kain batik, permadani, dll.
g.      Barang-barang lain yang dianggap bernilai oleh Perum Pegadaian.
Lebih lanjut lagi Triandaru & Budisantoso (2008: 218) menjelaskan bahwa terdapat barang-barang tertentu yang tidak dapat digadaikan, mengingat keterbatasan tempat penyimpanan dan SDM di pegadaian, perlunya meminimalisasi risiko yang ditanggung oleh Perum Pegadaian, serta memerhatikan peraturan yang berlaku. Barang-barang tersebut antara lain:
a.       Binatang ternak, karena memerlukan tempat penyimpanan khusus dan cara pemeliharaan khusus.
b.      Hasil bumi, karena mudah busuk atau rusak.
c.       Barang dagangan dalam jumlah besar, karena memerlukan tempat penyimpanan sangat besar.
d.      Barang yang cepat rusak, busuk, atau susut.
e.       Barang yang amat kotor.
f.       Kendaraan yang sangat besar.
g.      Barang seni yang sulit ditaksir.
h.      Barang yang sangat mudah terbakar.
i.        Senjata api, amunisi, dan mesiu.
j.        Barang yang disewabelikan.
k.      Barang milik pemerintah.
l.        Barang illegal.
2.3.3 Penaksiran
Siamat (2005: 747) mengemukakan bahwa, pemberian uang pinjaman atas dasar hukum gadai mewajibkan nasabah untuk menyerahkan barang bergerak sebagai barang jaminan. Barang tersebut kemudian ditaksir oleh petugas Pegadaian, yang memiliki keahlian dalam hal tersebut untuk menentukan besarnya uang pinjaman yang dapat diberikan. Menurut Triandaru & Budisantoso (2008: 219), Pegadaian telah menetapkan pedoman dasar penaksiran, agar penaksiran suatu barang bergerak sesuai dengan nilai riil barang tersebut. Berikut adalah pedoman penaksiran yang dikelompokkan atas dasar jenis barangnya:

a.       Barang kantong
1.      Emas
a)      Petugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat (HPP) dan standar taksiran logam yang ditetapkan oleh kantor pusat. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi.
b)      Petugas penaksir menguji karatase dan berat.
c)      Petugas penaksir menentukan nilai taksiran.
2.      Permata
a)      Petugas penaksir melihat standar taksiran permata yang ditetapkan oleh kantor pusat. Standar ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga permata yang terjadi.
b)      Petugas penaksir menguji kualitas dan berat permata.
c)      Petugas penaksir menentukan nilai taksiran.
b.      Barang gudang (mobil, mesin, barang elektronik, tekstil, dll)
1.      Petugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat (HPS) dari barang yang digadaikan. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi.
2.      Petugas penaksir menentukan nilai taksiran.
Nilai taksiran terhadap suatu barang bergerak yang akan digadaikan tidak begitu saja ditentukan sebesar harga pasar, namun setelah dikalikan dengan presentase tertentu. Sebagai contoh, emas yang harga pasarnya senlai Rp. 100.000,00 nilai taksirannya tidak sebesar Rp. 100.000,00 melainkan sebesar Rp. 100.000,00 x 88% = Rp. 88.000,00. Angka pengali 88% ditentukan oleh Pegadaian untuk menentukan nilai taksiran atas emas, sedangkan angka pengali untuk berlian adalah 45%, angkan pengali untuk tekstil adalah 83%, dan seterusnya. Angka pengali tersebut bukan sebuah angka baku, namun dapat mengalami perubahan. Nilai taksiran yang ditentukan oleh Pegadaian menjadi acuan untuk menentukan besarnya pinjaman yang akan diberikan kepada nasabah.


2.4    Sumber Pendanaan dan Pegelolaan Pinjaman
2.4.1 Sumber Pendanaan
Siamat (2005: 746) menjelaskan bahwa, dalam menghimpun dana Pegadaian tidak diperkenankan menghimpun secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya; giro, deposito dan tabungan, seperti yang dilakukan oleh pihak perbankan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, Pegadaian memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut:
a.    Modal sendiri
Triandaru & Budisantoso (2008: 214) mengemukakan bahwa Pegadaian memiliki modal sendiri yang terdiri dari:
1.      Modal awal, kekayaan negara di luar APBN sebesar Rp. 205 miliar
2.      Laba ditahan, yang merupakan akumulasi laba sejak Perum Pegadaian berdiri pada masa Hindia Belanda.
b.    Penyertaan modal pemerintah
c.    Pinjaman jangka pendek dari perbankan dan pihak lainnya
Menurut Triandaru & Budisantoso (2008: 214), pinjaman jangka pendek dari pihak lain yaitu dapat berupa utang kepada rekanan, utang kepada nasabah, utang pajak, biaya yang masih harus dibayar, pendapatan diterima di muka, dll.
d.   Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI
e.    Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
Sampai dengan tahun 1994, Pegadaian telah dua kali menerbitkan obligasi yang berjangka waktu masing-masing 5 tahun. Penerbitan pertama pada tahun 1993 sebesar Rp. 25 miliar dan penerbitan kedua pada tahun 1994 juga sebesar Rp. 25 miliar, sehingga sampai dengan tahun 1994 total obligasi yang telah diterbitkan sebesar Rp. 50 miliar (Triandaru & Budisantoso, 2008: 214).
2.4.2 Penyaluran dan Penggolongan Pinjaman
Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab kegiatan usaha, bahwa kegiatan penyaluran uang pinjaman oleh Pegadaian kepada masyarakat dilakukan atas dasar hukum gadai. Besarnya jumlah uang pinjaman yang diberikansangat dipengaruhi oleh nilaitaksiran barang jaminan yang kemudian digolongkan berdasarkan nilai taksiran barang yang bersangkutan. Pinjaman yang diberikan, dikelompokkan menjadi 5 (lima) golongan yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan Direksi Pegadaian berdasarkan tingkat sewa modal dan jangka waktu pinjaman, yang dijelaskan pada tabel dibawah ini (Siamat, 2005: 746).

Tabel 2.3 Penggolongan Pinjaman dan Sewa Modal
Golongan
Pinjaman yang diberikan (Rp)
Jangka Waktu
Sewa Modal Per 15 hari
Maksimum sewa Modal
A
Rp. 20.000,00 s/d   Rp. 150.000,00
4 bulan
0,75%
6%
B
Rp. 151.000,00 s/d Rp. 500.000,00
4 bulan
1,20%
9,60%
C
Rp. 505.000,00 s/d Rp. 20.000.000,00
4 bulan
1,30%
10,40%
D
Rp. 21.000.000,00 s/d Rp. 200.000.000,00
4 bulan
1%
8%

Sumber: Pegadaian (2012)

2.4.3 Prosedur Pemberian Pinjaman
Triandaru & Budisantoso (2008: 220) menjelaskan bahwa, besarnya nilai taksiran atas barang yang akan digadaikan tidak sama dengan besarnya pinjaman yang diberikan. Hal tersebut disebabkan karena penentuan jumlah uang pinjaman tersebut berdasarkan persentase tertentu terhadap nilai taksiran.Jumlah persentaseyang dimaksud telah ditentukan oleh Pegadaian berdasarkan golongan yang berkisar antara 80-90%.
Jumlah pinjaman yang telah ditentukan kemudian digolongkan untuk menentukan syarat-syarat pinjaman seperti besarnya sewa modal, jangka waktu pelunasan, jadwal atau waktu pelelangan. Sebagai contoh, pinjaman senilai Rp 88.000,00 termasuk dalam kelompok pinjaman Rp 20.000,00 sampai Rp 150.000,00 atau termasuk golongan A. Pinjaman yang masuk golongan A ditetapkan sewa modalnya adalah sebesar 0,75% per 15 hari, jangka waktunya 4 bulan, dan pelelangan pada bulan ke-5. Barang yang digadaikan diasuransikan oleh Pegadaian yang dana pembayaran preminya diperoleh dari peminjam dana. Pemberian uang pinjaman kepada nasabah dilakukan oleh kasir tanpa ada potongan biaya selain untuk premi asuransi.
Berdasarkan penjelasan diatas, nilai uang pinjaman yang diberikan oleh Pegadaian lebih kecil daripada nilai pasar dari barang yang digadaikan. Pegadaian sengaja mengambil kebijakan tersebut untuk mencegah munculnya kerugian. Apabila nasabah pada saat jatuh tempo tidak mampu atau tidak bersedia menebus barang yang digadaikan, maka Pegadaian akan menjual barang tersebut melalui pelelangan. Harga penjualan barang yang digadaikan ini bisa lebih tinggi, sama, atau lebih rendah daripada nilai taksiran yang telah ditetapkan oleh petugas penaksir pada awal pemberian pinjaman. Jika nilai taksiran ditetapkan sebesar nilai pasar dan ternyata pada waktu pelelangan nilai pasar barang tersebut merosot, maka Pegadaian akan mengalami kerugian karena hasil pelelangan tidak dapat digunakan untuk menutup pinjaman yang telah diberikan kepada debitor. Kerugian ini akan menjadi lebih besar apabila kewajiban yang belum dibayar oleh debitor tidak hanya pokok pinjaman tetapi juga sewa modal atau bunga. Hal tersebut menjadi dasar penetapan jumlah uang pinjaman yang lebih kecil daripada nilai taksiran atas barang yang digadaikan.
Siamat (2005: 748) menyimpulkan bahwa prosedur untuk memperoleh pinjaman dari Pegadaian adalah sebagai berikut:
a.       Calon nasabah datang langsung ke loket penaksir kemudian menyerahkan barang yang akan dijaminkan bersama dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat kuasa apabila pemilik barang tidak bisa datang sendiri.
b.      Barang jaminan tersebut kemudianditaksir untuk menetapkan harganya, berdasarkan taksiran yang dibuat penaksir, akan ditetapkan besarnya uang pinjaman yang dapat diterima nasabah.
c.       Selanjutnya pembayaran uang pinjaman dilakukan oleh kasir tanpa ada potongan biaya apapun kecuali potongan premi asuransi.
2.4.4 Prosedur Pelunasan Pinjaman
Sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan pada waktu pemberian pinjaman, nasabah mempunyai kewajiban melakukan pelunasan pinjaman yang telah diterima. Berikut adalah prosedur pelunasan uang pinjaman menurut Siamat (2005: 749) yang harus dilakukan oleh nasabah:
a.       Uang pinjaman dapat dilunasi setiap saat tanpa harus mengunggu selesainya jangka waktu.
b.      Nasabah membayar kembali pinjaman ditambah dengan sewa modal (bunga) langsung kepada kasir disertai dengan bukti surat gadai.
c.       Barang dikeluarkan oleh petugas penyimpanan barang jaminan.
d.      Barang yang digadaian dikembalikan lagi kepada nasabah.
2.4.5 Pelelangan
Triandoro & budisantoso (2008:222) menjelaskan bahwa, Pegadaian akan melaksanakan proses pelelangan untuk menjual barang yang digadaikan pada saat yang telah ditentukan dimuka apabila hal-hal berikut ini terjadi:
a.       Pada saat masa pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak bisa menebus barang yang digadaikan dan menbayar kewajiban lainnya karena berbagai alasan.
b.      Pada saat itu pinjaman habis atau jatuh tempo, nasabah tidak memperpanjang batas waktu pinjamannya karena berbagai alasan.

Hasil pelelangan barang yang digadaikan akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah kepada Pegadaian yang terdiri dari:
a.       Pokok pinjaman
b.      Sewa modal atau bunga
c.       Biaya lelang
Apabila barang yang digadaikan tidak laku dilelang atau terjual dengan harga yang lebih rendah daripada nilai taksiran yang telah dilakukan pada awal pemberian pinjaman kepada nasabah yang bersangkutan, maka barang yang tidak laku dilelang tersebut dibeli oleh negara dan kerugian yang timbul ditanggung oleh Pegadaian.