BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, pertumbuhan tersebut ditopang juga oleh
berbagai sektor perekonomian, seperti sektor keuangan, industri, perdagangan,
pertanian, dan lain sebagainya. Melihat sektor keuangan Indonesia ada empat lembaga keuangan yang
mempunyai otoritas moneter yaitu BI, LPS, OJK, dan Departemen Keuangan. Lebih
spesifik lagi di dalam Departemen Keuangan terdapat Lembaga Keuangan Bukan Bank
(LKBB) yang mana di dalam LKBB terdapat pegadaian.
Pegadaian merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Menurut Siamat
(2005: 743) “lembaga semacam ini awalnya berkembang di Italia, yang kemudian
dipraktikan di wilayah-wilayah Eropa
lainya, misalnya Inggris dan Belanda. Lalu, sistem gadai tersebut dibawa dan
dikembangkan di Indonesia oleh orang Belanda (VOC)”.
Berawal
dari Bank Van Lening pada masa VOC,
yang mempunyai tugas untuk memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan
jaminan gadai, kemudian muncul lah bentuk
usaha pegadaian di Indonesia. Sejak itu, bentuk
usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan
perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya. Pegadaian di Indonesia awalnya
dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian melalui Staatsblad Tahun 1901 NO.131 tanggal 12 Maret 1901, Gubernur Jenderal
Hindia Belanda mendirikan Rumah Gadai Pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi,
Jawa Barat. Bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan
gadai dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai mana diatur dalam Staatsblad Tahun 1901 No. 131, tersebut yang berbunyi:
“Kedua: Sejak saat itu di
bagian
Sukabumi kepada siapapun tiak akan diperkenankan untuk memberi gadai atau dalam
bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjamkan uang, tidak melebihi
seratus Golden, dengan hukuman, tergantung pada kebangsaan para pelanggar yang
diancam dalam pasal 337 KUHP bagi orang-orang Eropa dan pasal 339 KUHP bagi
orang-orang BumiPutera”. Kemudian, dengan Staatsblad
1930 No. 266, Rumah Gadai
tersebut mendapatkan status dari Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara
dalam arti Undang-Undang Perusahaan Hindia Belanda ( Lembaga Hindia Belanda
1927 No. 419) (Siamat, 2005: 743).
Menurut Arthesa & Handiman (2006:
270) Pegadaian telah melakukan berbagai inovasi dengan tujuan meningkatkan
kinerja perusahaan. Saat ini beragam produk telah dimanfaatkan oleh masyarakat,
tidak hanya untuk kebutuhan dana yang mendesak namun juga telah dimanfaatkan
untuk meningkatkan produktivitas UMKM. Perum Pegadaian telah menjadi alternatif
bagi UMKM karena kemudahan prosedur pemberian pinjaman.
1.2 Rumusan Masalah
Mengacu dari uraian latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
deskripsi dan status hukum Pegadaian?
2. Bagaimana
kepengurusan dan pengawasan Pegadaian?
3. Bagaimana
kegiatan usaha, barang jaminan dan penaksiran Pegadaian?
4. Bagaimana
sumber pendanaan dan pegelolaan pinjaman di Pegadaian?
Teknis penulisan makalah ini berpedoman
pada Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi dan Status Hukum
2.1.1 Pengertian Pegadaian
Menurut Arthesa & Handiman (2006:
271) pegadaian merupakan
salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas
membiayai kebutuhan masyarakat, baik bersifat produktif maupun konsumtif,
dengan menggunakan hukum gadai. Transaksi pembiayaan yang dilakukan oleh
pegadaian pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan pinjaman melalui
lembaga perbankan, namun yang membedakannya adalah dasar hukum yang digunakan
yaitu hukum gadai.
Menurut
Kitab UU Hukum Perdata Pasal 1150, disebutkan “Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya
dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya
mana harus didahulukan” (Siamat, 2005: 743-744).
Triandaru & Budisantoso (2008: 212)
mengatakan bahwa Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha yang
secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuanagan
berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum
gadai seperti dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 di atas.
Tugas pokok Pegadaian adalah memberi pinjaman kepada masyarakat atas dasar
hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan
informal. Banyak masyarakat yang sedang memerlukan pinjaman ataupun mengalami
kesulitan keuangan cenderung dimanfaatkan oleh lembaga keuangan seperti lintah
darat dan pengijon untuk mendapatkan sewa dana atau bunga tingkat yang sangat
tinggi.
2.1.2 Tujuan
Pegadaian
Siamat (2005: 745) menjelaskan bahwa, Pegadaian
menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan. Berikut adalah tujuan Pegadaian:
a. Turut
melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di
bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang
pinjaman atas dasar hukum gadai.
b. Mencegah
timbulnya praktik ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Menurut Triandaru & Budisantoso
(2008: 212) secara umum, tujuan ideal dari Pegadaian adalah penyediaan dana
dengan prosedur yang sederhana kepada masyarakat luas terutama kalangan
menengah ke bawah untuk berbagai tujuan, seperti konsumsi dan produksi.
Keberadaan Pegadaian juga diharapkan untuk menekan munculnya lembaga keuangan
nonformal yang cenderung merugikan masyarakat seperti pengijon, pegadaian
gelap, bank gelap, renternir, dll. Lembaga keuangan nonformal tersebut
cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak masyarakat, keterbatasan
informasi masyarakat, dan keterisolasian suatu masyarakat di daerah tertentu
untuk memperoleh tingkat keuntungan sangat tinggi secara tidak wajar.
2.1.3 Manfaat
Pegadaian
Triandaru & Budisantoso (2008:
222-223) mengatakan bahwa manfaat pegadaian dapat dilihat dari 2 aspek yakni dari
aspek nasabah dan bagi Pegadaian sendiri.
a. Bagi
Nasabah
Manfaat
utama yang diperoleh oleh nasabah yang meminjam dari Pegadaian adalah
ketersediaan dana dengan prosedur yang dirasa relatif lebih sederhana dan dalam
waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan.
Di samping itu, mengingat jasa yang ditawarkan oleh Pegadaian tidak hanya jasa
pegadaian, maka nasabah juga dapat memperoleh manfaat antara lain:
1. Penaksiran
nilai suatu barang bergerak dari pihak atau institusi yang telah berpengalaman
dan dapat dipercaya. Penaksiran atas suatu barang antara penjual dan pembeli
sering sulit sampai pada suatu kesepakatan yang sama. Untuk mengatasi perbedaan
persepsi atas nilai sutau barang, kedua belah pihak bisa menghubungi Pegadaian
sebagai pihak yang netral untuk melakukan penaksiran atas barang tersebut.
2. Penitipan
sutau barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya. Nasabah yang
akan bepergian merasa kurang aman menempatkan barang bergeraknya di tempat
sendiri atau tidak mempunyai sarana penyimpanan suatu barang bergerak dapat
menitipkan barangnya di Pegadaian.
b. Bagi
Pegadaian
Manfaat
yang dirasakan oleh Pegadaian sesuai jasa yang diberikan kepada nasabahnya
adalah
1. Penghasilan
yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.
2. Penghasilan
yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa
tertentu dari Perum Pegadaian.
3. Pelaksanaan
misi Pegadaian sebagai suatu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam
bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan
dana dengan prosedur dan cara yang relatif sederhana.
4. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990, laba yang diperoleh oleh Perum
Pegadaian digunakan untuk dana pembangunan semesta (55%), cadangan umum (20%),
cadangan tujuan (5%), serta dana sosial (20%).
2.1.4 Status
Hukum Pegadaian
Siamat (2005: 744) mengatakan bahwa, status
Pegadaian awalnya merupakan Perusahaan Negara (PN) Pegadaian berdasarkan UU No.
19 Prp. 1960 jo. Peraturan Pemerintah RI No. 178 Tahun 1961 tanggal 3 Mei 1961 tentang
pendirian Perusahaan Pegadaian (PN Pegadaian). Kemudian, status badan hukum PN
Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) berdasarkan Peraturan
Pemerintah RI No. 7 Tahun 1969 tanggal 11 Maret 1969 tentang perubahan
kedudukan PN Pegadaian menjadi jawatan Pegadaian jo. UU No. 9 Tahun 1969
tanggal 1 Agustus 1969 dan penjelasannya mengenai bentuk-bentuk usaha negara
dalam Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero). Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas dan
produktivitasnya, bentuk Perjan Pegadaian kemudian berubah menjadi Perusahaan
Umum (Perum) Pegadaian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990
tanggal 10 April 1990.
Dengan perubahan status dari Perjan
menjadi Perum, pegadaian diharapkan akan lebih mampu mengelola usahanya dengan
lebih profesional dan business oriented
tanpa meninggalkan tujuan awalnya, yaitu penyaluran uang pinjaman atas dasar
hukum gadai, dengan pasar sasaran adalah masyarakat golongan ekonomi lemah, dan
dengan cara mudah, cepat, aman, dan hemat sesuai dengan motonya menyelesaikan
masalah tanpa masalah.Perum Pegadaian sampai saat ini merupakan satu-satunya
lembaga formal di Indonesia yang berdasarkan hukum, diperbolehkan melakukan
pembiayaan dalam bentuk penyaluran kredit atas dasar hukum gadai.
Kemudian berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2011, mulai tanggal 1 April 2012
status hukum Perum Pegadaian berubah menjadi Persero. Menurut BUMN (2006) langkah
ini diambil Pegadaian sebagai konsekuensi logis dari dinamika internal maupun
eksternal yang dihadapi perusahaan. Secara internal Pegadaian dipicu oleh
semakin meningkatnya rasio antara hutang dan ekuitas, semakin beragamnya
produk, meningkatnya kebutuhan modal kerja, serta meningkatnya tuntutan
produktivitas pegawai dan kompensasi upah yang memadai. Sementara secara
eksternal, didorong oleh semakin meningkatnya persaingan bisnis gadai (apalagi
pasca diundangkannya UU Jasa Gadai dalam waktu dekat).
2.2 Kepengurusan dan Kepengawasan
Siamat (2005: 744-745) mengatakan bahwa Pegadaian
saat ini dipimpin dan dikelola oleh Dewan
Direksi, terdiri atas
seorang Direktur Utama dan tiga Direktur serta dibantu
dengan unit-unit pendukung lainnya. Pengangkatan dan pemberhentian anggota
direksi dilakukan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan. Masa jabatan anggota
direksi maksimal lima tahun dan dapat diangkat kembali. Pembinaan dan
pengawasan umum terhadap kegiatan usaha Pegadaian dilakukan oleh Menteri
Keuangan yang dibantu oleh Direktur Jendral bedasarkanketentuan yang ditetapkan
Menteri Keuangan.
Dalam
pelaksanaan pengawasan intern perusahaan, direktur membentuk satuan pengawasan
Intern. Kemudian, dalam melaksanakan fungsi pengawasan tersebut Menteri
keuangan menunjuk Dewan Pengawas yang anggota-anggotanya diangkat dan
diberhentuikan oleh Presiden atas usul
Menteri keuangan. Jumlah anggota Dewan Komisaris ini minimal terdiri dari dua
orang dan maksimal lima orang yang terdiri atas ketua dan anggota. Dewan
Komisaris bertanggung jawab atas pelaksanaan pengawasan terhadap Menteri
Keuangan serta mengawasi pengelolaan kuangan Pegadaian agar badan usaha ini
tidak mengalami kerugian yang dapat memberatkan keuangan Negara. Masa jabatan
ketua dan anggota Dewan Pengawas alah tiga tahun dan dapat diangkat kembali.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No 103
tahun 2000 Tentang Perum Pegadaian,
kepengurusan dan pengawasan Pegadaian adalah sbb.
Bagian ketujuh Dewan Direksi,
terdiri dari 14 pasal yaitu:
a. Pasal
17 mengenai kepengurusan, jumlah anggota, dan perubahan anggota yang terjadi
pada Dewan Direksi
b. Pasal
18 & Pasal 19 mengenai syarat menjasi anggota direksi dan larangan adanya
hubungan keluarga dalam anggota Direksi
c. Pasal
20 mengenai larangan pemangkuan
jabatan oleh anggota Direksi dalam rangka tertentu
d. Pasal
21 mengenai pengangkatan, pemberhatian dan masa jabatan anggota Direksi
e. Pasal
22 mengenai pemberhentian, alsan dan penyebab pemberhentian anggota direksi
f. Pasal
23 mengenai tugas dan wewenang Direksi
g. Pasal
24 & Pasal 25 mengenai ketentuan dan hal-hal yang berhubungan dengan
pelaksanaan tugas
h. Pasal
26, Pasal 27, & Pasal 28 mengenai pelaksanaan tugas dan rapat Direksi
i.
Pasal 29 & Pasal 30
mengenai rencana kerja dan anggaran peusahaan.
Bagian
kedelapan Dewan Pengawas Pengawas, terdiri dari 13 pasal yaitu:
a. Pasal
31- Pasal 34 mengeanai pembentukan dan keanggotaan Dewan Pengawas dan
ketentuan-ketentuan umum
b. Pasal
35 &Pasal 36 mengenai pengangkatan aggota dan pemberhentian anggota Dewan
Pengawas
c. Pasal
37 mengenai tugas Dewan Pengawas
d. Pasal
38 mengeanai kewajiban Dewan Pengawas
e. Pasal
39 mengeanai wewenang Dewan pengawas
f. Pasal
40 & Pasal 41 mengenai pengangkatan sekretaris dan bantuan tenaga ahli
Dewan Pengawas
g. Pasal
42 mengenai biaya pelaksanaan tugas oleh Dewan Pengawas
h. Pasal
43 mengenai rapat dan keputusan Dewan Pengawas
Bagian
kesembilan Pengawasan Intern, terdiri dari 5 pasal yaitu:
a. Pasal
44 dan Pasal 45 mengenai pelaksananaan dan tugas Pengawas Intern
Pasal 46, Pasal 47,
& Pasal 48 mengenaikewajiban Pengawas Intern
2.2.1 Hak
dan Kewajiban Para Pihak
Menurut Yuanita (2007) para pihak (pemegang dan pemberi
gadai)masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan
hak dan kewajibannya adalah sebagai berikut.
a. Hak
dan Kewajiban Pemegang
Gadai
Pemegang Gadai
adalah Pihak yang menerima barang dalam bentuk gadai sebagai jaminan pembayaran
utang.
1. Hak
Pemegang Gadai
a) Pemegang gadai berhak untuk
menjual barang yang digadaikan, yaitu apabila pemberi gadai pada saat jatuh
tempo atau pada waktu yang ditentukan
tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang yang berutang. Sedang hasil
penjualan barang jaminan tersebut diambil sebagian untuk melunasi utang pemberi
gadai dan sisanya dikembalikan kepadanya.
b) Pemegang gadai berhak
mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan
barang jaminan.
c) Selama
utangnya belum dilunasi, maka pemegang gadai berhak untuk menahan barang
jaminan yang diserahkan oleh pemberi gadai (Hak
Retentie).
2. Kewajiban
Pemegang Gadai
a) Pemegang
gadai berkewajiban
bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga barang yang digadaikan
jika itu semua atas kelalaiannya.
b) Pemegang
gadai tidak dibolehkan menggunakan barang-barang yang digadaikan untuk
kepentingan sendiri.
c) Pemegang
gadai berkewajiban untuk memberi tahu kepada pemberi gadai sebelum diadakan
pelelangan barang gadai.
b. Hak
dan Kewajiban Pemberi Gadai
Pemberi Gadai adalah Pihak
yang menyerahkan barang dalam bentuk gadai sebagai jaminan utang.
1. Hak
Pemberi Gadai
a) Pemberi
gadai mempunyai hak untuk mendapatkan kembali barang miliknya setelah pemberi
gadai melunasi utangnya.
b) Pemberi
gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya barang gadai
bila hal itu disebabkan oleh kelalaian pemegang gadai.
c) Pemberi
gadai berhak untuk mendapatkan sisa dari penjaualn barangnya setelah dikurangi
biaya pelunasan utang, sewa modal dan biaya lainnya.
d) Pemberi
gadai berhak meminta kembali barangnya bila pemegang gadai telah jelas
menyalahgunakan barangnya.
2. Kewajiban
Pemberi Gadai
a) Pemberi
gadai berkewajiban untuk melunasi utang yang telah diterimanya dari pemegang
gadai dalam tenggang waktu yang telah ditentukan termasuk sewa modal dan biaya
lainnya yang telah ditentukan pemegang gadai.
b) Pemberi
gadai berkewajiban merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila
dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi
utangnya kepada pemegang gadai.
2.3 Kegiatan Usaha, Barang Jaminan, dan Penaksiran
2.3.1 Kegiatan
Usaha
Kegiatan usaha atau kegiatan operasional Perum
Pegadaian menurut Siamat (2005: 745) meliputi lima hal, yaitu:
a. Menyalurkan
uang pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.
Triandaru
& Budisantoso (2008: 215) menjelaskan bahwa, penyaluran atau pemberian uang
pinjaman atas dasar hukum gadai berarti mensyaratkan pemberian pinjaman atas
dasar penyerahan barang bergerak oleh penerima pinjaman. Konsekuensi pertamanya
adalah jumlah atau nilai pinjaman yang diberikan kepada masing-masing peminjam
sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak yang akan digadaikan. Pinjaman
ini pada dasarnya adalah kredit jangka pendek dengan memberikan pinjaman uang
tunai dari Rp. 10.000,00 sampai dengan Rp. 20.000.000,00 dengan jaminan benda
bergerak, dan prosedur yang mudah serta pelayanan yang cepat.
Sewa modal (bunga) pinjaman di pegadaian merupakan pinjaman dengan
jangka waktu selama 4 bulan. Apabila telah melewati batas pinjaman, nasabah
dapat memperpanjang dengan cara membayar sewa modal (bunga) atau dapat menebus
barang jaminannya. Namun apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh
nasabah maka pegadaian berhak untuk melelang barang jaminan yang bersangkutan.
Berikut adalah tarif pinjaman saat ini berdasarkan besarnya pinjaman.
Tabel 2.1
Penggolongan Uang Pinjaman dan Tarif Pinjaman
Golongan
|
Besar Pinjaman
|
Tarif Pinjaman per 15 Hari
|
A
|
Rp. 20.000,00 s/d Rp. 150.000,00
|
0,75%
|
B
|
Rp. 151.000,00 s/d Rp. 500.000,00
|
1,20%
|
C
|
Rp. 505.000,00 s/d Rp. 20.000.000,00
|
1,30%
|
D
|
Rp. 21.000.000,00 s/d Rp.200.000.000,00
|
1,75%
|
Sumber: Pegadaian (2012)
a. Jasa
penaksiran nilai barang
Siamat
(2005: 745) mengatakan bahwa pegadaian memberikan pelayanan kepada masyarakat
yang ingin mengetahui berapa besar nilai riil barang yang dimilikinya melalui
jasa taksiran. Lebih lanjut lagi, Triandaru & Budisantoso (2008: 216)
berpendapat bahwa, jasa tersebut dapat diberikan oleh Pegadaian karena
perusahaan ini mempunyai peralatan penaksir serta para petugas yang telah
berpengalaman dan terlatih dalam menaksir nilai suatu barang yang akan
digadaikan. Barang yang akan ditaksir pada dasarnya meliputi semua barang
bergerak yang bisa digadiakan, terutama emas, berlian dan intan. Masyarakat
yang memerlukan jasa penaksiran ini pada umumnya ingin mengetahui nilai jual
wajar atas barang berharganya yang akan dijual, dan atas jasa penaksiran
tersebut masyarakat diwajibkan membayar ongkos penaksiran kepada Pegadaian.
b. Jasa
penitipan barang
Seperti
yang telah diuraikan di atas, salah satu kegiatan Pegadaian adalah menyalurkan
uang pinjaman atas dasar gadai, maka untuk mendukung kegiatan tesebut Perum
Pegadaian memiliki Gudang dan tempat penyimpanan barang bergerak untuk
menyimpan barang-barang yang digadaikan oleh masyarakat. Triandaru &
Budisantoso (2008: 216) menjelaskan bahwa, gudang dan tempat penyimpanan
tersebut tidak selalu dimanfaatkan penuh atau terkadang terdapat kapasitas menganggur.
Kapasitas yang menganggur tersebut kemudian dimanfaatkan untuk memberikan jasa
penitipan barang. Alasan masyarakat penggunakan jasa penitipan barang di Perum
Pegadaian salah satunya adalah faktor keamanan, terutama bagi masyarakat yang
akan meninggalkan rumahnya untuk jangka waktu yang lama. Tarif jasa penitipan
barang di Perum Pegadaian disesuaikan dengan jenis barang yang dititipkan dan
lama penitipan, seperti yang tertera di Tabel 2.2 Tarif Penitipan Barang.
Tabel 2.2 Tarif
Penitipan Barang
Jenis
|
Lama Penitipan
|
Biaya
|
Dokumen
dan surat berharga
|
2 minggu
|
Rp. 1.500,00
|
|
1 bulan
|
Rp. 2.000,00
|
|
3 bulan
|
Rp. 5.800,00
|
|
6 bulan
|
Rp. 11.100,00
|
|
12 bulan
|
Rp. 20.000,00
|
Perhiasan
dan barang kecil
|
2 minggu
|
Rp. 2.000,00
|
|
1 bulan
|
Rp. 2.500,00
|
|
3 bulan
|
Rp. 7.200,00
|
|
6 bulan
|
Rp. 18.900,00
|
|
12 bulan
|
Rp. 25.000,00
|
Barang
gudang ukuran besar
|
2 minggu
|
Rp. 2.500,00
|
|
1 bulan
|
Rp. 3.000,00
|
|
3 bulan
|
Rp. 8.700,00
|
|
6 bulan
|
Rp. 16.700,00
|
|
12 bulan
|
Rp. 30.000,00
|
Barang
gudang ukuran sedang
|
2 minggu
|
Rp. 2.000,00
|
|
1 bulan
|
Rp. 2.500,00
|
|
3 bulan
|
Rp. 7.200,00
|
|
6 bulan
|
Rp. 13.900,00
|
|
12 bulan
|
Rp. 25.000,00
|
Barang
gudang ukuran kecil
|
2 minggu
|
Rp. 1.000,00
|
|
1 bulan
|
Rp. 4.300,00
|
|
3 bulan
|
Rp. 4.300,00
|
|
6 bulan
|
Rp. 8.300,00
|
|
12 bulan
|
Rp. 15.000,00
|
Sumber: Triandaru & Budisantoso (2008:
216-217)
c. Bekerja
sama dengan pihak ketiga dalam memanfaatkan aset milik perusahaan di bidang
bisnis property seperti dalam pembangunan gedung kantor dan pertokoan dengan
system Buld, Operate, and Transfer (BOT).
d. Kredit
pegawai, yaitu kredit yang diberikan kepada pegawai yang berpenghasilan tetap.
Selain
kelima kegiatan usaha yang telah dijelaskan di atas, Triandaru &
Budisantoso (2008: 217-218) menambahkan lima jasa lain yang termasuk dalam
kegiatan usaha Perum Pegadaian. Lima jasa lain tersebut adalah sebagai berikut.
a. Penjualan
Koin Emas ONH
Nasabah yang ingin
mempersiapkan dana untuk pergi haji dapat membeli koin emas ONH yang tersedia
dalam berbagai pilihan berat, baik sekali saja maupun secara rutin. Setelah koin
emasa ONH dianggap mencukupi (sekitar 250-300 gram), maka secara otomatis
nasabah tersebut akan didaftarkan sebagai calon Jemaah haji melalui Sistem Haji
Terpadu. Namum pembelian emas tidak harus selalu untuk pergi haji, tetapi dapat
pula untuk tujuan investasi lain.
b. Krasida
Krasida adalah Kredit
Angsuran Sistem Gadai, yang merupakan pemberian pinjaman kepada para pelaku
UMKM atas dasar gadai yang pengembalian pinjamannya dilakukan melalui angsuran.
Pemberian Krasida ini dilakukan dalam rangka pengembangan UMKM.
c. Kreasi
Kreasi adalah Kredit Angsuran
Fidusia. Produk jasa ini merupakan modifikasi dari Kredit Kelayakan Usaha, yang
memberikan pinjaman kepada para pelaku UMKM dengan konstruksi penjaminan secara
fidusia dan pengembalian pinjaminannya dilakukan melaui angsuran. Menurut
Arthesa & Handiman (2006: 273), kredit atas dasat fusidia adalah pengikatan
jaminan dengan lembaga pengikatan jaminan secara sempurna dan memberikan hak
preferen kepada kerditur.
d. Kresna
Kresna (Kredit Serba Guna)
merupakan pemberian pinjaman kepada pegawai//karyawan dalam rangka kegiatan
produktif atau konsumtif dengan cara pengembalian angsuran.
e. Galeri
24
Galeri 24 yaitu toko emas
milik Perum Pegadaian yang khusus merancang desain dan menjual perhiasan emas
dengan Sertifikan Jaminan sesuai karatase perhiasan emas. Perhiasan yang dijual
di toko emas Galeri 24 merupakan produk yang dibuat oleh Pegadaian, bukan
barang jaminan nasabah yang tidak ditebus.
Sedangkan menurut Arthesa & Handiman (2006:
272-274), kegiatan usaha Perum Pegadaian terdiri dari dua macam, yaitu
aktivitas pembiayaan dan aktivitas jasa non-gadai. Yang dimaksud dengan
aktivitas pembiayaan adalah penyaluran dana yang berasal dari modal perusahaan
atau dana-dana yang berhasil dihimpun oleh Perum Pegadaian, dan tentu saja atas
dasar hukum gadai. Sedangkan aktivitas jasa non gadai tersebut terdiri dari
penitipan barang, penaksiran nilai barang, dan Gold Counter.
Selain kegiatan usaha yang telah disebutkan di
atas, Pegadaian juga memiliki beberapa kegiatan usaha lainnya seperti Gadai
Syariah yang terdiri dari Rahn, Amanah, dan Arum, selain itu terdapat pula
layanan Investa, Kagum, Kremada, Krista, Kucica, Langen Palikrama, dan
Pegadaian G-Lab (Pegadaian, 2012).
2.3.2 Barang
Jaminan
Terdapat
beberapa jenis barang yang dapat diterima oleh Pegadaian sebagai barang
jaminan, barang-barang tersebut menurut Siamat (2005: 746) antara lain:
a. Barang
perhiasan, yaitu semua perhiasan yang dibuat dari emas, perak, platina, intan,
mutiara, dan batu mulia.
b. Barang
elektronik, seperti TV, lemari es, radio, tape
recorder, kamera, radio cassete,
dll.
c. Kendaraan,
seperti mobil, sepeda motor, dan sepeda.
d. Barang
rumah tangga, seperti benda pecah belah, perlengkapan dapur, perlengkapan
makan, dll.
e. Mesin,
seperti mesih jahit dan mesin motor kapal.
f. Tekstil,
seperti kain batik, permadani, dll.
g. Barang-barang
lain yang dianggap bernilai oleh Perum Pegadaian.
Lebih
lanjut lagi Triandaru & Budisantoso (2008: 218) menjelaskan bahwa terdapat
barang-barang tertentu yang tidak dapat digadaikan, mengingat keterbatasan
tempat penyimpanan dan SDM di pegadaian, perlunya meminimalisasi risiko yang
ditanggung oleh Perum Pegadaian, serta memerhatikan peraturan yang berlaku.
Barang-barang tersebut antara lain:
a. Binatang
ternak, karena memerlukan tempat penyimpanan khusus dan cara pemeliharaan
khusus.
b. Hasil
bumi, karena mudah busuk atau rusak.
c. Barang
dagangan dalam jumlah besar, karena memerlukan tempat penyimpanan sangat besar.
d. Barang
yang cepat rusak, busuk, atau susut.
e. Barang
yang amat kotor.
f. Kendaraan
yang sangat besar.
g. Barang
seni yang sulit ditaksir.
h. Barang
yang sangat mudah terbakar.
i.
Senjata api, amunisi, dan
mesiu.
j.
Barang yang disewabelikan.
k. Barang
milik pemerintah.
l.
Barang illegal.
2.3.3 Penaksiran
Siamat (2005: 747)
mengemukakan bahwa, pemberian uang pinjaman atas dasar hukum gadai mewajibkan
nasabah untuk menyerahkan barang bergerak sebagai barang jaminan. Barang
tersebut kemudian ditaksir oleh petugas Pegadaian, yang memiliki keahlian dalam
hal tersebut untuk menentukan besarnya uang pinjaman yang dapat diberikan.
Menurut Triandaru & Budisantoso (2008: 219), Pegadaian telah menetapkan
pedoman dasar penaksiran, agar penaksiran suatu barang bergerak sesuai dengan
nilai riil barang tersebut. Berikut adalah pedoman penaksiran yang
dikelompokkan atas dasar jenis barangnya:
a. Barang
kantong
1. Emas
a) Petugas
penaksir melihat Harga Pasar Pusat (HPP) dan standar taksiran logam yang
ditetapkan oleh kantor pusat. Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini
selalu disesuaikan dengan perkembangan harga yang terjadi.
b) Petugas
penaksir menguji karatase dan berat.
c) Petugas
penaksir menentukan nilai taksiran.
2. Permata
a) Petugas
penaksir melihat standar taksiran permata yang ditetapkan oleh kantor pusat.
Standar ini selalu disesuaikan dengan perkembangan harga permata yang terjadi.
b) Petugas penaksir
menguji kualitas dan berat permata.
c) Petugas
penaksir menentukan nilai taksiran.
b. Barang
gudang (mobil, mesin, barang elektronik, tekstil, dll)
1. Petugas
penaksir melihat Harga Pasar Setempat (HPS) dari barang yang digadaikan. Harga
pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan perkembangan
harga yang terjadi.
2. Petugas
penaksir menentukan nilai taksiran.
Nilai taksiran terhadap suatu barang bergerak
yang akan digadaikan tidak begitu saja ditentukan sebesar harga pasar, namun
setelah dikalikan dengan presentase tertentu. Sebagai contoh, emas yang harga
pasarnya senlai Rp. 100.000,00 nilai taksirannya tidak sebesar Rp. 100.000,00 melainkan
sebesar Rp. 100.000,00 x 88% = Rp. 88.000,00. Angka pengali 88% ditentukan oleh
Pegadaian untuk menentukan nilai taksiran atas emas, sedangkan angka pengali
untuk berlian adalah 45%, angkan pengali untuk tekstil adalah 83%, dan
seterusnya. Angka pengali tersebut bukan sebuah angka baku, namun dapat
mengalami perubahan. Nilai taksiran yang ditentukan oleh Pegadaian menjadi
acuan untuk menentukan besarnya pinjaman yang akan diberikan kepada nasabah.
2.4 Sumber Pendanaan dan
Pegelolaan Pinjaman
2.4.1 Sumber Pendanaan
Siamat (2005: 746) menjelaskan bahwa, dalam menghimpun
dana Pegadaian tidak diperkenankan menghimpun secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya; giro, deposito dan
tabungan, seperti yang dilakukan oleh
pihak perbankan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya,
Pegadaian memiliki sumber-sumber dana sebagai berikut:
a. Modal
sendiri
Triandaru
& Budisantoso (2008: 214) mengemukakan bahwa Pegadaian memiliki modal
sendiri yang terdiri dari:
1. Modal awal, kekayaan negara di luar APBN sebesar Rp.
205 miliar
2. Laba ditahan, yang merupakan akumulasi laba sejak
Perum Pegadaian berdiri pada masa Hindia Belanda.
b. Penyertaan
modal pemerintah
c. Pinjaman
jangka pendek dari perbankan dan pihak
lainnya
Menurut
Triandaru & Budisantoso (2008: 214), pinjaman jangka pendek dari pihak lain
yaitu dapat berupa utang kepada rekanan, utang kepada nasabah, utang pajak,
biaya yang masih harus dibayar, pendapatan diterima di muka, dll.
d. Pinjaman
jangka panjang yang berasal dari KLBI
e. Dari
masyarakat melalui penerbitan obligasi
Sampai
dengan tahun 1994, Pegadaian telah dua kali menerbitkan obligasi yang berjangka
waktu masing-masing 5 tahun. Penerbitan pertama pada tahun 1993 sebesar Rp. 25
miliar dan penerbitan kedua pada tahun 1994 juga sebesar Rp. 25 miliar,
sehingga sampai dengan tahun 1994 total obligasi yang telah diterbitkan sebesar
Rp. 50 miliar (Triandaru & Budisantoso, 2008: 214).
2.4.2 Penyaluran dan
Penggolongan Pinjaman
Seperti
yang telah dijelaskan pada sub bab
kegiatan usaha, bahwa kegiatan penyaluran uang pinjaman
oleh Pegadaian kepada
masyarakat dilakukan atas dasar hukum gadai. Besarnya jumlah uang pinjaman yang
diberikansangat dipengaruhi oleh
nilaitaksiran barang jaminan
yang kemudian digolongkan berdasarkan nilai taksiran barang
yang bersangkutan. Pinjaman yang diberikan,
dikelompokkan menjadi 5 (lima) golongan yang
telah
ditetapkan berdasarkan ketentuan Direksi Pegadaian berdasarkan tingkat sewa
modal dan jangka waktu pinjaman, yang dijelaskan pada tabel dibawah ini (Siamat, 2005: 746).
Tabel 2.3
Penggolongan Pinjaman dan Sewa Modal
Golongan
|
Pinjaman
yang diberikan (Rp)
|
Jangka
Waktu
|
Sewa
Modal Per 15 hari
|
Maksimum
sewa Modal
|
A
|
Rp.
20.000,00 s/d Rp. 150.000,00
|
4
bulan
|
0,75%
|
6%
|
B
|
Rp.
151.000,00 s/d Rp. 500.000,00
|
4
bulan
|
1,20%
|
9,60%
|
C
|
Rp.
505.000,00 s/d Rp. 20.000.000,00
|
4
bulan
|
1,30%
|
10,40%
|
D
|
Rp.
21.000.000,00 s/d Rp. 200.000.000,00
|
4
bulan
|
1%
|
8%
|
Sumber:
Pegadaian (2012)
2.4.3 Prosedur Pemberian
Pinjaman
Triandaru & Budisantoso
(2008: 220) menjelaskan bahwa, besarnya nilai taksiran
atas barang yang akan digadaikan tidak sama dengan besarnya pinjaman yang
diberikan. Hal tersebut disebabkan
karena penentuan jumlah uang pinjaman tersebut berdasarkan persentase
tertentu terhadap nilai taksiran.Jumlah
persentaseyang dimaksud telah ditentukan
oleh Pegadaian berdasarkan golongan yang berkisar antara 80-90%.
Jumlah pinjaman
yang telah ditentukan kemudian
digolongkan untuk menentukan syarat-syarat pinjaman seperti besarnya sewa
modal, jangka waktu pelunasan, jadwal atau waktu pelelangan. Sebagai contoh,
pinjaman senilai Rp 88.000,00 termasuk dalam kelompok pinjaman Rp 20.000,00
sampai Rp 150.000,00 atau
termasuk golongan A. Pinjaman yang masuk golongan A ditetapkan sewa modalnya
adalah sebesar 0,75% per 15 hari, jangka waktunya 4 bulan, dan pelelangan pada
bulan ke-5. Barang yang digadaikan diasuransikan oleh Pegadaian yang dana
pembayaran preminya diperoleh dari peminjam dana. Pemberian uang pinjaman
kepada nasabah dilakukan oleh kasir tanpa ada potongan biaya selain untuk premi
asuransi.
Berdasarkan penjelasan diatas, nilai
uang pinjaman yang diberikan oleh
Pegadaian lebih kecil daripada nilai pasar dari
barang yang digadaikan. Pegadaian sengaja mengambil kebijakan tersebut untuk mencegah
munculnya kerugian. Apabila nasabah pada saat jatuh tempo tidak mampu atau
tidak bersedia menebus barang
yang digadaikan, maka Pegadaian akan menjual barang tersebut melalui
pelelangan. Harga penjualan barang yang digadaikan ini bisa lebih tinggi, sama,
atau lebih rendah daripada nilai taksiran yang telah ditetapkan oleh petugas
penaksir pada awal pemberian pinjaman. Jika nilai taksiran ditetapkan sebesar
nilai pasar dan ternyata pada waktu pelelangan nilai pasar barang tersebut
merosot, maka Pegadaian akan mengalami kerugian karena hasil pelelangan tidak
dapat digunakan untuk menutup pinjaman yang telah diberikan kepada debitor.
Kerugian ini akan menjadi lebih besar apabila kewajiban yang belum dibayar oleh
debitor tidak hanya pokok pinjaman tetapi juga sewa modal atau bunga. Hal
tersebut menjadi dasar penetapan jumlah uang pinjaman yang lebih kecil daripada
nilai taksiran atas barang yang digadaikan.
Siamat (2005: 748) menyimpulkan bahwa prosedur
untuk memperoleh pinjaman dari Pegadaian adalah sebagai
berikut:
a.
Calon nasabah datang
langsung ke loket penaksir kemudian
menyerahkan barang yang akan dijaminkan bersama
dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau surat
kuasa apabila pemilik barang tidak bisa datang sendiri.
b. Barang
jaminan tersebut kemudianditaksir
untuk menetapkan harganya, berdasarkan taksiran
yang dibuat penaksir, akan ditetapkan besarnya uang pinjaman yang dapat
diterima nasabah.
c. Selanjutnya
pembayaran uang pinjaman dilakukan oleh kasir tanpa ada potongan biaya apapun
kecuali potongan premi asuransi.
2.4.4 Prosedur
Pelunasan Pinjaman
Sesuai dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan pada waktu pemberian pinjaman, nasabah mempunyai kewajiban
melakukan pelunasan pinjaman yang telah diterima. Berikut
adalah prosedur pelunasan uang pinjaman menurut Siamat (2005: 749) yang harus dilakukan oleh
nasabah:
a. Uang
pinjaman dapat dilunasi setiap saat tanpa harus mengunggu selesainya jangka
waktu.
b. Nasabah
membayar kembali pinjaman ditambah dengan sewa modal
(bunga) langsung kepada kasir disertai dengan bukti surat gadai.
c. Barang
dikeluarkan oleh petugas penyimpanan barang jaminan.
d. Barang
yang digadaian dikembalikan lagi kepada nasabah.
2.4.5 Pelelangan
Triandoro & budisantoso
(2008:222) menjelaskan bahwa, Pegadaian
akan melaksanakan proses pelelangan untuk menjual
barang yang digadaikan pada saat yang telah ditentukan dimuka apabila
hal-hal berikut ini terjadi:
a.
Pada saat masa pinjaman habis
atau jatuh tempo, nasabah tidak bisa menebus barang yang digadaikan dan
menbayar kewajiban lainnya karena berbagai alasan.
b.
Pada saat itu pinjaman habis
atau jatuh tempo, nasabah tidak memperpanjang batas waktu pinjamannya karena
berbagai alasan.
Hasil pelelangan barang yang
digadaikan akan digunakan untuk melunasi seluruh kewajiban nasabah kepada
Pegadaian yang terdiri dari:
a.
Pokok pinjaman
b.
Sewa modal atau bunga
c.
Biaya lelang
Apabila barang yang
digadaikan tidak laku dilelang atau terjual dengan harga yang lebih rendah
daripada nilai taksiran yang telah dilakukan pada awal pemberian pinjaman
kepada nasabah yang bersangkutan, maka barang yang tidak laku dilelang tersebut
dibeli oleh negara dan kerugian yang timbul ditanggung oleh Pegadaian.