Minggu, 18 Maret 2012

PERENCANAAN KAPASITAS



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kapasitas pelaksanaan pekerjaan suatu organisasi biasanya mempunyai karakteristik yang selalu berubah. Perubahan kapasitas ini mungkin akibat penambajan atau pengurangan peralatan, sehingga menciptakan tingkat-tingkat kapasitas baru atau akibat perubahan kapasitas manusianya. Kapasitas manusia berubah-ubah tidak hanya karena penambahan atau pengurangan jumlah tenaga kerja, tetapi juga karena tenaga kerja “belajar” dan meningkatkan kecakapannya melalui pengerjaan kegiatan-kegiatan yang berulang-ulang. Adalah mungkin, bila operasi-operasi baru, untuk mengantisipasi derajat perbaikan yang akan dihasilkan pengaruh “belajar”, sehingga dapat digunakan untuk menghitung jumlah tenaga kerja dengan berbagai tingkat ketepatan dan biaya pelaksanaan kegiatan baik pada permulaan maupun setelah pengaruh “belajar” terjadi.
Uraian di atas adalah esensi konsep “learning curve”. Konsep ini menganggap bahwa praktek pengerjaan suatu barang mengarahkan keperbaikan. Bila seorang karyawan diminta untuk mengerjakan sesuatu yang dia belum pernah mengerjakan sebelum itu, ada kemungkinan bahwa keluaran kedua akan memerlukan waktu lebih sedikit dibanding keluaran pertama, waktu yang diperlukan untuk keluaran ketiga lebih sedikit daripada keluaran kedua, dan begitu seterusnya. Proses pengurangan jam kerja karyawan dan implikasinya selalu terjadi dalam berbagai organisasi.
Dalam pelaksanaan proses produksi diperlukan adanya penentuan urutan proses dan skedul pelaksanaan proses (waktu kerja) dari perusahaan yang bersangkutan. Urutan kerja dalam proses produksi dan skedul proses produksi merupakan dua hal yang saling berkaitan. Urutan kerja yang harus dilaksanakan dalam penyelesaian proses produksi ini harus disusun dengan sebaik-baikya, sehingga tidak terjadi penumpukan kerja pada salah satu bagian dalam perusahaan tersebut.
Oleh karena itu maka sebelum penentuan urutan kerja dan waktu kerja ini dilaksanakan, sebaiknya pelaksanaan penyelesaian proses dalam perusahaan yang bersangkutan ini dipelajari dan dianalisis terlebih dahulu sehingga penentuan urutan kerja dan skedul proses (penentuan waktu kerja) akan dapat dilaksanakan dengan baik. Penyusunan urutan dan skedul proses oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan ini tentunya akan mempunyai beberapa perbedaan tertentu untuk masing-masing bentuk penyelesaian proses ini. Penyelesaian proses per-unit akan berbeda dengan penyusunan proses produksi dalam suatu kelompok unit tertentu.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak dibahas oleh penulis adalah sebagai berikut,
1.      Bagaimana konsep dari learning curve dalam kegiatan operasional perusahaan?
2.      Bagaimana urutan dan skedul proses produksi dalam kegiatan operasional perusahaan?
3.      Bagaimana model untuk urutan dan skedul proses produksi dalam kegiatan operasional perusahaan?

1.3 Tujuan Pembahasan
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut,
1.      Untuk mengetahui konsep dari learning curve dalam kegiatan operasional perusahaan.
2.      Untuk mengetahui urutan dan skedul proses produksi dalam kegiatan operasional perusahaan.
3.      Untuk mengetahui model untuk urutan dan skedul proses produksi dalam kegiatan operasional perusahaan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Learning Curve
Menurut Ahyari (1986: 121-123), manajemen perusahaan-perusahaan pada umunya sudah selayaknya apabila berusaha untuk dapat mengetahui dengan pasti seberapa banyaknya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu oleh karyawan atau sekelompok karyawan ini akan mempunyai hubungan yang erat dengan masalah penentuan skedul produksi dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut. Waktu yang diperlukan oleh para karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan tersebut pada umumnya akan lebih pendek apabila para karyawan yang bekerja di dalam suatu perusahaan tersebut akan dapat menyelesaikan produk yang sama atau pengulangan penyelesaian produk lebih cepat daripada waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan produk tersebut yang pertama kalinya. Seorang karyawan yang melaksanakan pekerjaan yang sama secara berulang-ulang, maka waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan tersebut akan semakin pendek bertambah banykanya jumlah unit pekerjaan yang sa,a tersebut dikerjakan oleh karyawan yang bersangkutan.
Pada mulanya konsep learning curve ini berasal dari perusahaan pesawat terbang. Namun kemudian konsep ini dapat dikembangkan dalam berbagai macam jenis industri lain, yang tentunya dengan penerapan disesuaikan dengan setiap jenis industri yang mempergunakannya. Dalam hal ini belum tentu terapan yang sesuai dengan salah satu jenis industry tersebut akan sesuai pula dengan industri yang lainnya.
Teori dasar yang dipergunakan dalam permasalahan ini adalah, bahwa sebenarnya apabila terdapat seseorang karyawan yang berulang-ulang mengerjakan pekerjaan yang sama, maka karyawan tersebut akan menjadi semakin lancar di dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dengan semakin lancarnya pelaksanaan pekerjaan oleh karyawan yang bersangkutan ini maka berarti waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut akan menjadi semakin pendek. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses produksi suatu produk akan menjadi semakin pendek apabila karyawan tersebut sudah melaksanakan proses produksi untuk produk tersebut berulang kali. Dengan demikian apabila ditinjau dari segi produk perusahaan, maka kebutuhan jam kerja karyawan untuk memproduksikan produk tersebut akan menjadi semakin pendek, sehingga biaya tenaga kerja untuk memproduksi produk tersebut menjadi menurun. Hal ini berarti bahwa efisiensi tenaga kerja dalam perusahaan tersebut akan dapat ditingkatkan.
Berdasarkan kepada adanya kenyataan tentang perpendekan waktu penyelesaian kerja tersebut, maka manajemen perusahaan yang bersangkutan akan dapat mengadakan penyusunan skedul proses produksi dengan lebih baik. Hal ini disebabkan oleh karena manajemen perusahaan akan dapat memperkirakan waktu penyelesaian produk yang lebih cermat, sehingga tidak terdapat pembuangan waktu kerja sia-sia dalam perusahaan tersebut. Dengan adanya konsep ini maka manajemen perusahaan tersebut dapat menyusun perkiraan waktu untuk penyelesaian produk perusahaan yang lebih baik dengan jalan melihat kepada jumlah produk yang diproduksi dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Penurunan waktu penyelesaian produk ini hanya berlaku bagi penyelesaian produk yang prosesnya merupakan proses ulangan bagi karyawan yang bersangkutan. Penurunan waktu penyelesaian atau yang sering disebut sebagai peningkatan efisiensi kerja para karyawan perusahaan tersebut tidak berlaku bagi para karyawan yang memproses produk perusahaan untuk pertama kalinya, atau melaksanakan proses produksi untuk produk baru. Untuk hal semacam ini maka manajemen perusahaan yang berangkutan harus memperhitungkan kembali dari titik awal, baru kemudian untuk produk yang kedua dan seterusnya akan dapat diharapkan terdapat penurunan waktu penyelesaian produk oleh para karyawan perusahaan yang bersangkutan tersebut.


Beberapa anggapan dasar yang dipergunakan di dalam penerapan theory learning curve ini antara lain adalah,
a.       Jumlah waktu yang dipergunakan oleh para karyawan di dalam menyelesaikan suatu jumlah pekerjaaan tertentu yang ada di dalam perusahaan tersebut akan selalu berkurang apabila pekerjaan-pekerjaan tersebut telah dilaksanakan.
b.      Waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan akan mengalami penurunan dengan tingkat penurunan tertentu.
c.       Penurunan waktu tersebut akan mengikuti suatu pola yang bersifat khusus dan yang dapat diperkirakan, misalnya akan mengikuti fungsi eksponensial.
Beberapa penelitian yang telah dilaksanakan di dalam industry pesawat terbang menunjukan bahwa dalam penyelesaian proses produksi yang dilaksanakan di dalam perusahaan akan terdapat penurunan waktu penyelesaian sebesar 20% untuk setiap dua kali jumlah produk. Dengan demikian waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan unti produk yang kedua adalah sama dengan 80% dari waktu yang digunakan untuk menyelesaikan produk yang sama pertama. Dengan demikian pula untuk penyelesaian produk yang ketiga akan memerlukan waktu 80% dari waktu penyelesaian produk yang kedua. Dengan demikian maka manajemen perusahaan yang bersangkutan akan dapat memperkirakan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan proses produksi untuk penyelesaian produk dalam jumlah berapapun dalam perusahaan tersebut.











Text Box: Jam Tenaga Kerja Langsung
 










Gambar 2.1    Contoh Learning Curve pada Produksi Pesawat Terbang (Sumber: Handoko, 1999: 320)

2.1.1 Learning Curve dalam Pembuatan Keputusan
Sebuah contoh berikut ini akan menggambarkan bagaimana learning curve dapat membantu dalam pembuatan keputusan manajerial. Perusahaan VAJ mempunyai tawaran kontrak untuk 100 unit produk A. Produk A merupakan jenis produk baru bagi perusahaan, dan dalam percobaan pembuatannya, unit produk pertama ternyata memerlukan 75 jam tenaga kerja langsunh. Biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp. 5000,- setiap jam. Manager produksi perusahaan memperkirakan bahwa akan berlaku learning curve 80%. Biaya-biaya langsung lainnya Rp. 50.000,- per unit. Langganan menghendaki harga per unit sebesar Rp. 200.000,-. Manager perusahaan harus membuat keputusan apakah kontrak diterima atau tidak.
Pertama, perlu dihitung jam tenaga kerja langsung rata-rata per produk:
Log Y  = -0,322 log75 + log100
            = -0,322 (1,87506) + 2
            = 1,39623
Y         = 24,9017 jam tenaga kerja langsung.


Setelah itu, dapat dilakukan perhitungan biaya langsung per produk sebagai berikut:
Biaya tenaga kerja langsung   = 24, 9017 x Rp. 5000                        = Rp. 124.508,50
Biaya-biaya langsung lainnya                                                 = Rp. 50.000
Biaya langsung total per produk                                             = Rp. 174.508,50
Jadi perusahaan akan memperolah kontribusi laba sebesar: (Rp. 200.000 – Rp. 174.508,50) = Rp. 25.491,50 atau, kontribusi laba total sebesar (100 x Rp. 25.491,50) = Rp. 2.549.150. Atas dasar data ini manager sendiri yang dapat membuat keputusan, dengan memperhatikan factor-faktor lainnya yang relevan.

2.1.2 Berbagai Keterbatasan Penggunaan Learning Curve
            Di luar industri-industri pesawat terbang dan elektronik, learning curve jarang digunakan karena berbagai keterbatasan. Keterbatasan pertama adalah bahwa produk-produk biasanya tidak seluruhnya baru. Bahkan pesawat terbang baru tidak sepenuhnya berbeda dengan model-model sebelumnya. Begitu juga untuk industry baru, seperti televisi pada tahun 1950an, yang tergantung pada tabung-tabung dan sirkuit elektronik telah sangat dikenal oleh para pembuat radio. Hal ini menyulitkan kita untuk menetapkan titik awal bagi perhitungan learning curve.
            Keterbatasan lain adalah bahwa kurva-kurva hanya bersangkutan dengan tenaga kerja langsung. Dalam hal mesin-mesin sangat berpengaruh, suatu kurva 80% mungkin terlalu rendah, dan manajemen perlu menggunakan kurva 85 atau 90%. Masalahnya adalah pembuatan keputusan mana kurva yang digunakan, 80, 85, 90 atau lainnya?
            Masalah ketiga adalah bahwa learning curve mungkin membesar-besarkan penghematan tenaga kerja. Untuk mencapai pengurangan-pengurangan biaya tenaga kerja langsung, diperlukan teknisi industrial, para penyelia, dan lain-lain yang membuat perbaikan-perbaikan. Tetapi para spesialis ini adalah tenaga kerja tidak langsung, dan biaya-biaya mereka biasanya ditambahkan ke biaya overhead, tidak biaya langsung. Oleh karena itu, banyak perusahaan kemudian mencoba untuk memperhitungkan hal ini dengan pembebanan waktu para spesialis pada pekerjaan-pekerjaan tertentu. Cara ini tidak hanya merupakan prosedur akuntansi biaya yang baik, tetapi kontrak-kontrak pemerintah sering mensyaratkannya untuk dilakukan.
            Satu lagi masalah dalam penggunaan learning curve adalah bahwa ada kecenderungan salah interpretasi terhadap penghematan-penghematan yang diperkirakan kecuali perusahaan merubah caranya dalam menyusun laporan-laporan akuntansi biaya. Untuk menggunakan kurva secara benar, biaya-biaya persiapan yang terjadi sebelum kontrak dimulai harus dipisahkan dan dikeluarkan dari perhitungan. Bila hal ini dibebankan pada kontrak dan kemudian dimasukkan dalam perhitungan biaya untuk unit pertama yang diproduksi, unit-unti pertama akan mempunyai biaya besar. Begitu juga, semua jam kerja harus dibebankan pada produk-produk yang menerima benefit dari kerja tersebut. Bila sebagian jam kerja dalam bulan Maret digunakan untuk produk-produk yang akan dilaksanakan dalam bulan April atau Mei, jam-jam kerja ini harus dibebankan pada produk-prodk bulan April atau Mei dan bukan pada produk-produk bulan Maret.

2.2 Urutan dan Skedul Proses Produksi
Ahyari (1986: 84-86) mengatakan bahwa, di dalam pelaksanaan proses produksi di dalam suatu perusahaan, pada umumnya setelah terdapat kepastian tentang apa yang akan diproduksikan (order produksi), maka manajemen perusahaan yang bersangkutan (khususnya bagian pengendalian proses) akan menyusun alokasi dari pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan tersebut. Kepastian tentang apa yang akan diproduksikan oleh perusahaan tersebut dapat berasal dari beberapa macam sumber, misalnya order dari langganan untuk perusahaan yang berproduksi untuk pesanan, kepastian perencanaan produksi untuk perusahaan yang berproduksi untuk pasar, dan lain sebagainya.
Penentuan prioritas pekerjaan yang akan dilaksanakan sangat penting dalam hubungannya dengan pelaksanaan kerja yang akan dilaksanakan dalam perusahaan. Langkah berikutnya yang dapat dilaksanakan setelah prioritas pekerjaan tersebut diperoleh kepastiannya adalah memulai pelaksanaan kerja yang telah ditentukan tersebut. Pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan tersebut nantinya benar-benar segera dimulai apabila telah ada perintah untuk memulai pekerjaan tersebut. Perintah kerja ini akan dikeluarkan oleh orang yang berwenang di dalam perusahaan yang bersangkutan.
Dalam hal ini apabila dirasakan pelaksanaan kerja tersebut kurang sesuai dengan rencana, ataupun kurang sesuai dengan fasilitas yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan, maka perlu diadakan perbaikan-perbaikan di dalam alokasi pekerjaan dalam perusahaan yang bersangkutan. Pelaksanaan kerja dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut kadang-kadang agak menyimpang dari rencana yang telah disusun dalam perusahaan. Dalam keadaan seperti ini maka manajemen perusahaan yang bersangkutan perlu untuk mengadakan penyesuaian pelaksanaan order tersebut. Pelaksanaan order yang terlambat perlu diadakan percepatan seperlunya, sehingga akan dapat mengejar keterlambatan yang ada, atau setidak-tidaknya dapat mengurangi keterlambatan yang ada tersebut. Sampai dengan tahap inipun apabila manajemen perusahaan melihat perlunya revisi dari alokasi pekerjaan yang ada tersebut, maka revisi ini akan dapat dilaksanakan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan tersebut. Revisi tersebut akan dilaksanakan dengan tujuan perbaikan pelaksanaan kerja yang ada di dalam perusahaan tersebut, sehingga untuk pelaksanaan kerja pada waktu-waktu berikutnya akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Secara schematis penyelesaian pekerjaan yang ada dalam perusahaan tersebut akan dapat terlihat sebagai berikut:









                                                                                                                            




                                                                 

 







                                                                                                                        Revisi                                                                                                                          bila
                                                                                                                        perlu








Gambar 2.2    Bagan Penyelesaian Pekerjaan (Sumber: Ahyari, 1986: 87)

Dalam hubungannya dengan penyusunan dan skedul proses produksi untuk suatu perusahaan, maka pelaksanaan penyelesaian proses produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya, secara garis besar dibagi menjadi beberapa macam yaitu (Ahyari, 1986: 88),
a.       Penyelesaian produksi per unit
b.      Penyelesaian produksi dalam kelompok unit
c.       Penyelesaian produksi besar-besaran



2.2.1 Penyelesaian Produksi per Unit
Dimaksudkan dengan perusahaan yang mempunyai tipe pelaksanaan penyelesaian proses produksi per unit ini adalah perusahaan-perusahaan yang di dalam pelaksanaan proses produksinya selalu didasarkan kepada setiap unit produk yang diproduksii. Secara umum, penyelesaian proses produksi per unit ini dipisahkan menjadi dua kelompok:
a.       Penyelesaian Proyek
Pada umumnya pekerjaan yang harus diselesaikan di dalam proyek ini merupakan pekerjaan yang sangat banyak, dimana antara suatu pekerjaan denga pekerjaan lainnya akan mempunyai keterkaitan dan ketergantungan yang sangat besar. Misalnya, perbaikan jalan, pembuatan jalan bebas hambatan, pembangunan gedung, pembangunan lapangan terbang, pembuatan kapal, dsb.
Dalam hubungannya dengan penyusunan urutan kerja dan waktu kerja untuk penyelesaian proyek ini, maka koordinasi merupakan suatu hal yang sangat penting dilaksanakan. Dalam perkembangannya pada umumnya guna penyusunan skedul penyelesaian proyek berikut cara koordinasinya seringkali dipergunakan methode jalur kritis atau yang sering disebut sebagai analisis network. Dengan menggunakan metode tersebut akan kelihatan bagaimana urutan dan waktu kerja yang harus dilaksanakan untuk penyelesaian proyek secara keseluruhan.
b.      Penyelesaian Produk Pesanan
Proses produksi yang dilaksanakan adalah jauh lebih sederhana apabila dibandingkan dengan cara penyelesaian proyek, maka cara penyusunan perencanaan urutan kerja dan waktu kerja tidak akan sekompleks di dalam penyusunan urutan kerja dan waktu kerja untuk penyelesaian proyek. Namun demikian secara umum penyelesaian produk pesanan ini akan mempunyai jalur penyelesaian yang hampir sama antara satu pesanan dengan pesanan yang lainnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan urutan kerja dan waktu kerja untuk penyelesaian produk pesanan antara lain sebagai berikut:
1. Pola datangnya pesanan
Pesanan yang datang kepada perusahaan ini akan dapat berupa pesanan dalam suatu jumlah tertentu ataupunu di dalam bentuk pesanan individual dalam suatu distribusi tertentu. Apabila pesanan ini datang dalam jumlah tertentu, maka pola datangnya pesanan ini seringkali disebut pola statis, sedang apabila datangnya pesanan tersebut menurut distribusi tertentu disebut pola dinamis.
Pola kedatangan bersifat statis bukannya berarti bahwa beberapa pesanan tersebut akan datang di dalam saat yang sama, namun dapat saja terjadi bahwa pesanan tersebut akan datang di dalam waktu yang berbeda, namun memesan produk dengan spesifikasi produk yang sama.
Dalam pola kedatangan pesanan yang dinamis, maka kegiatan penyusunan urutan kerja dan waktu kerja akan dilaksanakan untuk setiap pesanan yang masuk, setiap pesanan yang masuk ke dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut akan mempunyai perbedaan dalam hal spesifik produk antara satu pesanan yang lain, walaupun perbedaan yang ada untuk masing-masing pesanan yang masuk tersebut kadang-kadang sangat kecil.
2. Jumlah dan jenis mesin yang ada
Jumlah dan jenis mesin dan peralatan produksi yang dipergunakan dalam perusahaan ini akan sangat berhubungan erat dengan kemampuan dari perusahaan tersebut untuk melaksanakan penyelesaian suatu pesanan yang masuk ke dalam perusahaan tersebut. Apabila perusahaan yang bersangkutan menggunakan beberapa mesin yang berbeda untuk melaksanakan proses produksi di dalam perusahaan yang bersangkutan, maka manajemen perusahaaan perlu untuk mengadakan penyusunan urutan kerja dan waktu kerja dengan teliti, karena belum tentu pekerjaan yang akan dilaksanakan itu menggunakan semua jenis mesin yang ada dalam perusahaan.
Semakin banyak jumlah mesin yang tersedia dan siap dipakai dalam perusahaa, maka berarti bahwa kapasitas yang tersedia dari mesin yang bersangkutan menjadi semakin besar. Hal ini akan sangat membantu dalam penyusunan urutan kerja dan waktu kerja dalam penyelesaian produk pesanan yang ada tersebut.
3. Jumlah karyawan yang ada dalam perusahaan
Jumlah mesin dan peralatan produksi yang cukup tidak akan berarti apabila tidak terdapat karyawan yang mampu untuk melaksanakan proses produksi dalam perusahaan tersebut denga baik dalam jumlah yang memadai. Oleh karenanya maka perimbangan jumlah karyawan dan jumlah mesin yang tersedia di dalam perusahaan yang bersangkutan sangat perlu untuk memperoleh perhatian yang cukup oleh manajemen perusahaan tersebut.
4. Pola arus penyelesaian proses dalam perusahaan
Dalam perusahaan-perusahaan yang mengadaka proses produksi untuk produk pesanan ini akan terdapat beberapa pola arus yang akan dapat dipergunakan dalam perusahaan yang bersangkutan. Adapun beberapa pola arus tersebut antara lain: pola arus sederhana, pola arus random, dan pola arus hybrid.
5. Prioritas alokasi pekerjaan kepada mesin
Yang dimaksut adalah penyusunan prioritas pekerjaan yang akan dikerjakan dengan mesin dan peralatan produksi yang ada di dalam perusahaan tersebut. Beberapa hal yang dipertimbangkan berhubungan dengan penyusunan prioritas alokasi pekerjaan yang akan dilaksanakan pada suatu perusahaan antara lain yang didahulukan adalah:
·         Pekerjaan yang mempunyai kontrak penyelesaian (kesanggupan penyeleseian) paling cepat.
·         Pekerjaan yang mempunyai waktu longgar di dalam penyelesaian pekerjaan tersebut paling kecil.
·         Pekerjaan yang mempunyai waktu penggunaan mesin yang terpendek atau jatah penggunaan mesin tersebut paling awal.
·         Pekerjaan yang mempunyai waktu longgar dari satu proses ke proses yang lain paling pendek.
6. Penyusunan urutan dan skedul proses
Perlu diperhatikan penggunaan mesin dan peralatan produksi dengan sebaik-baiknya, sehingga efisiensi pelaksanaan penyelesaian proses produksi di dalam perusahaan yang bersangkutan akan dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi. Mesin dan peralatan produksi dalam perusahaan apabila tidak dipergunakan dengan sebaik-baiknya, akan dapat menimbulkan kenaikan dari biaya produksi dalam perusahaan tersebut.

2.2.2 Penyelesaian Produksi dalam Kelompok Unit
Penyelesaian produksi dalam kelompok unit atau yang sering disebut sebagai batch ini adalah merupakan penyelesaian proses produksi dengan spesifikasi tertentu di dalam jumlah tertentu pula. Penyelesaian proses produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan semacam ini akan dapat dipergunakan untuk pemenuhan pesanan (bekerja untuk pesanan) maupun untuk keperluan persediaan atau untuk memenuhi permintaan pasar. Secara umum proses penyelesaian produksi dalam kelompok unit tertentu tersebut dapat dipisahkan menjadi tiga macam:
a.       Kelompok produk yang diproduksikan dalam perusahaan tersebut hanya diproduksikan sekali saja.
b.      Kelompok produk yang diproduksi tersebut akan diproduksikan kembali, namun kapan akan diproduksikan lagi tidak mempunyai pola yang teratur.
c.       Kelompok produk tersebut akan diproduksi lagi di dalam perusahaan yang bersangkutan dengan tenggang waktu yang teratur atau dapat diketahui sebelumnya.
Untuk kelompok yang pertama, penyusunan urutan kerja dan waktu kerja akan selalu dilaksanakan untuk setiap kelompok produk yang akan diproduksikan dalam perusahaan yang bersangkutan. Dalam penyelesaian kelompok unit ini produk yang diproduksikan akan selalu berada di dalam jumlah tertentu, sedangkan dalam penyelesaian produk pesanan adalah dalam satuan produk tertentu. Demikian pula dalam proses pembungkusan, pengepakan dan pengiriman barang akan selalu terkait dengan jumlah unit tertentu yang telah selesai diproduksikan oleh perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Untuk dua jenis lain dari penyelesaian produksi dalam kelompok produk ini akan lebih sederhana baik cara penentuan urutan proses produksi maupun waktu penyelesaian proses produksi untuk masing-masing kelompok produk. Suatu hal yang sangat perlu untuk diperhatikan dalam penyelesaian produksi dalam kelompok unit adalah disamping produk yang sedang diproses dalam perusahaan tersebut harus dapat selesai sebagaimana spesifikasi produk yang ada, maka jumlah dari kelompok produk tersebut juga harus sesuai sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya, karena belum tentu setiap kelompok produk tersebut akan mempunyai jumlah unit yang sama.


2.2.3 Penyelesaian Produksi Besar-besaran
Penyelesaian produksi besar-besaran pada umumnya akan dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksikan produk perusahaan untuk pasar. Karena pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan ini lebih banyak dipengaruhi oleh mesin dan peralatan produksi yang ada, maka penentuan urutan kerja dan penentuan waktu kerja untuk para karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut akan sangat tergantung kepada bagaimana mesin dan peralatan produksi tersebut bekerja, serta kapan (dalam tahap apa) mesin dan peralatan produksi yang sedang dipergunakan tersebut dapat diberhentikan.
Produk perusahaan secara individual tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh para karyawan tersebut karena produk dalam proses akan selalu terikat pada mesin dan peralatan produksi, sementara produk berikutnya yang masuk proses adalah sama persis dengan produk sebelumnya sehingga akan diproses dengan alat, metode dan perlakuan yang sama dalam perusahaan tersebut. Untuk perusahaan-perusahaan yang melaksanakan penyelesaian produksi besar-besaran ini, penentuan urutan dan waktu kerja yang diperlukan (untuk rata-rata produk perusahaan) pada umumnya akan dilaksanakan jauh hari sebelum pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan tersebut. Teknologi yang digunakan, mesin dan peralatan produksi yang tersedia akan mempengaruhi urutan dan waktu kerja untuk melaksanakan penyelesaian proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan.

2.3 Model Urutan dan Skedul Proses
Menurut Ahyari (1986: 99-100), di dalam penyusunan urutan dan skedul proses ini terdapat beberapa method dan model dalam jumlah yang cukup yang banyak yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu, sehingga penyusunan urutan dan skedul proses ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Adapun beberapa diantaranya yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu di dalam penyusunan urutan dan waktu kerja tersebut antara lain adalah sebagai berikut,
a.      Diagram network
b.      Model prioritas pekerjaan
c.      Model penugasan
Beberapa alat bantu tersebut akan dapat dipergunakan oleh manajemen perusahaan khususnya bagian pengendalian proses, sehingga urutan dan skedul kerja yang disusun dalam perusahaan yang bersangkutan akan menjadi skedul yang cukup baik. Dengan demikian maka pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan tersebut akan dapat berjalan dengan baik pula.

2.3.1 Diagram Network
Pada umumnya diagram network ini akan dipergunakan untuk perencanaan dan pengendalian aktivitas proyek, di mana aktivitas yang dilaksanakan tersebut akan terdiri dari berbagai macam pekerjaan yang saling berkaitan antara pekerjaan yang satu dengan yang lain. Dengan dipergunakannya diagram network ini manajemen perusahaan akan dapat mengetahui kapan masing-masing pekerjaan tersebut akan dapat diselesaikan. Di samping hal tersebut maka dengan mempergunakan diagram network ini akan dapat diketahui waktu penyelesaian yang sudah, sedang, dan akan dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan tersebut. Masalah diagram network akan dibahas lebih dalam di bagian pengendalian tenaga kerja pada bab analisis network.

2.3.2 Model Prioritas Pekerjaan
Model ini akan dipergunakan untuk menentukan pekerjaan yang mana yang akan dilaksanakan lebih dahulu dari sejumlah pekerjaan yang harus dikerjakan di dalam perusahaan tersebut. Pada umumnya model ini akan dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang melaksanakan penyelesaian produksinya untuk memenuhi pesanan. Model ini akan dapat dipergunakan untuk perusahaan yang mempergunakan sebuah mesin saja maupun perusahaan yang mempergunakan lebih dari satu mesin. Sebagai contoh misalnya sebuah perusahaan Firma Sari harus menyelesaikan lima macam pekerjaan untuk menghasilkan lima macam produk sesuai dengan pesanan konsumen. Adapun kontrak kerja dari masing-masing pekerjaan yang harus dilaksanakan tersebut serta lamanya proses yang harus dilaksanakan adalah sebagaimanan dalam table berikut ini. Dalam table ini dapat pula ditunjukkan sekalian besarnya kelonggaran waktu dari masing-masing pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Tabel 2.1     Data Pekerjaan Firma Sari
Pekerjaan
Lama Kontrak
(hari)
Waktu Proses
(hari)
Kelonggaran Waktu
(hari)
A
16
8
8
B
21
12
9
C
30
17
13
D
20
13
7
E
35
25
10
Sumber: Ahyari (1986: 102)

Dari tabel di atas, maka urutan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh perusahaan tersebut dapat didasarkan kepada lamanya waktu longgar yang paling kecil, atau berdasarkan kepada lamanya waktu longgar yang paling kecil.
Cara penentuan urutan kerja tersebut di atas adalah cara yang dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang mempergunakan sebuah mesin di dalam pelaksanaan proses produksi dalam perusahaan yang berangkutan (atau dikenal dengan sebutan n/1, dimana n adalah jumlah pekerjaan yang harus dilaksanaan).
Apabila pekerjaan yang harus dilaksanakan di dalam perusahaan tersebut terdiri dari pekerjaan-pekerjaan yang harus diselesaikan dengan mempergunakan dua buah mesin (atau disebut dengan n/2), maka cara penentuan urutan kerja tersebut menjadi berbeda, yaitu dengan aturan umum sebagai berikut.
a.       Kumpulan data waktu penyelesaian pekerjaan untuk setiap mesin yang dipergunakan.
b.      Pilihlah pekerjaan yang mempunyai waktu penyelesaian terpendek.
c.       Apabila waktu penyelesaian terpendek ini terdapat pada mesin pertama, tentukan pekerjaan tersebut pada urutan pertama. Sebaliknya apabila waktu terpendek tersebut terdapat pada mesin yang kedua, tentukan pekerjaan tersebut pada urutan yang terakhir.
d.      Ulangi pemilihan pekerjaan dan penentuan urutan pekerjaan tersebut sampai dengan seluruh pekerjaan yang ada di dalam perusahaaan yang bersangkutan tersebut.

2.3.3 Model Penugasan
Perusahaan-perusahaan yang mempunyai lebih dari satu mesin yang sama (dapat dipakai untuk memproduksikan beberapa produk yang sama atau dapat dipergunakan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sama) akan dapat mempergunakan model penugas (assignment model) ini untuk merencanakan urutan dan skedul penyelesaian pekerjaan-pekerjaan yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut.
Model penugasa ini disamping dapat dipergunakan untuk penyusunan urutan dan skedul kerja untuk beberapa pekerjaan dengan beberapa mesin, akan dapat dipergunakan pula untuk mengalokasikan para karyawan yang bekerja dalam perusahaan tersebut untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang ada. Beberapa permasalahan yang dapat diselesaikan dengan mempergunakan model ini adalah beberapa problema yang mempunyai karakteristik sebagai berikut,
a.       Terdapat sejumlah n pekerjaan yang akan dialokasikan kepada sejumlah n mesin (atau n karyawan yang akan dialokasikan kepada n pekerjaan).
b.      Setiap pekerjaan (atau karyawan) hanya akan dialokasikan kepada satu tujuan.
c.       Hanya memuat salah satu persyaratan saja antara minimisasi biaya, minimisasi waktu penyelesaian.
Setiap persoalan yang ada di dalam perusahaan yang mempunyai karakteristik tersebut di atas akan dapat diselesaikan dengan mempergunakan model penugasa ini. Alokasi tugas dan pekerjaan tersebut akan dapat diusahakan untuk mencapai salah satu tujuan di atas, yaitu minimisasi biaya, maksimisasi keuntungan ataupun minimiasasi waktu penyelesaian.



BAB III
KESIMPULAN

3.1     Teori dasar yang dipergunakan dalam permasalahan ini adalah, bahwa sebenarnya apabila terdapat seseorang karyawan yang berulang-ulang mengerjakan pekerjaan yang sama, maka karyawan tersebut akan menjadi semakin lancer di dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Dengan semakin lancarnya pelaksanaan pekerjaan oleh karyawan yang bersangkutan ini maka berarti waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut akan menjadi semakin pendek. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses produksi suatu produk akan menjadi semakin pendek apabila karyawan tersebut sudah melaksanakan proses produksi untuk produk tersebut berulang kali. Dengan demikian apabila ditinjau dari segi produk perusahaan, maka kebutuhan jam kerja karyawan untuk memproduksikan produk tersebut akan menjadi semakin pendek, sehingga biaya tenaga kerja untuk memproduksi produk tersebut menjadi menurun. Hal ini berarti bahwa efisiensi tenaga kerja dalam perusahaan tersebut akan dapat ditingkatkan.
          Beberapa anggapan dasar yang dipergunakan di dalam penerapan teori learning curve ini antara lain adalah,
a.  Jumlah waktu yang dipergunakan oleh para karyawan di dalam menyelesaikan suatu jumlah pekerjaaan tertentu yang ada di dalam perusahaan tersebut akan selalu berkurang apabila pekerjaan-pekerjaan tersebut telah dilaksanakan.
b.  Waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan satu unit pekerjaan akan mengalami penurunan dengan tingkat penurunan tertentu.
c.  Penurunan waktu tersebut akan mengikuti suatu pola yang bersifat khusus dan yang dapat diperkirakan, misalnya akan mengikuti fungsi eksponensial.
3.2     Pada umumnya setelah terdapat kepastian tentang apa yang akan diproduksikan (order produksi), maka manajemen perusahaan yang bersangkutan (khususnya bagian pengendalian proses) akan menyusun alokasi dari pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan tersebut. Kepastian tentang apa yang akan diproduksikan oleh perusahaan tersebut dapat berasal dari beberapa macam sumber, misalnya order dari langganan untuk perusahaan yang berproduksi untuk pesanan, kepastian perencanaan produksi untuk perusahaan yang berproduksi untuk pasar, dan lain sebagainya. Langkah berikutnya yang dapat dilaksanakan setelah prioritas pekerjaan tersebut diperoleh kepastiannya adalah memulai pelaksanaan kerja yang telah ditentukan tersebut. apabila dirasakan pelaksanaan kerja tersebut kurang sesuai dengan rencana, ataupun kurang sesuai dengan fasilitas yang ada di dalam perusahaan yang bersangkutan, maka perlu diadakan perbaikan-perbaikan di dalam alokasi pekerjaan dalam perusahaan yang bersangkutan. Pelaksanaan kerja dalam perusahaan yang bersangkutan tersebut kadang-kadang agak menyimpang dari rencana yang telah disusun dalam perusahaan. Dalam keadaan seperti ini maka manajemen perusahaan yang bersangkutan perlu untuk mengadakan penyesuaian pelaksanaan order tersebut. Pelaksanaan order yang terlambat perlu diadakan percepatan seperlunya, sehingga akan dapat mengejar keterlambatan yang ada, atau setidak-tidaknya dapat mengurangi keterlambatan yang ada tersebut. Sampai dengan tahap inipun apabila manajemen perusahaan melihat perlunya revisi dari alokasi pekerjaan yang ada tersebut, maka revisi ini akan dapat dilaksanakan oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan tersebut. Revisi tersebut akan dilaksanakan dengan tujuan perbaikan pelaksanaan kerja yang ada di dalam perusahaan tersebut, sehingga untuk pelaksanaan kerja pada waktu-waktu berikutnya akan dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
          Dalam hubungannya dengan penyusunan dan skedul proses produksi untuk suatu perusahaan, maka pelaksanaan penyelesaian proses produksi yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan pada umumnya, secara garis besar dibagi menjadi beberapa macam yaitu,
a.         Penyelesaian produksi per unit
b.        Penyelesaian produksi dalam kelompok unit
c.         Penyelesaian produksi besar-besaran.
3.3     Di dalam penyusunan urutan dan skedul proses ini terdapat beberapa method dan model dalam jumlah yang cukup yang banyak yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu, sehingga penyusunan urutan dan skedul proses ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Adapun beberapa diantaranya yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu di dalam penyusunan urutan dan waktu kerja tersebut antara lain adalah sebagai berikut,
a.    Diagram network
b.    Model prioritas pekerjaan
c.    Model penugasan






Daftar Rujukan

Ahyari, A. 1986. Manajemen Produksi: Pengendalian Produksi. Jilid I. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE

Handoko, T.H. 1999. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi I. Yogyakarta: BPFE.

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang: Universitas Negeri Malang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar