Jumat, 04 Januari 2013

Penerapan Pendidikan Kewirausahaan yang Berkarakter Sebagai Pendidikan Dasar


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Saat ini pengangguran masih menjadi salah satu masalah perekonomian yang kompleks, penyebabnya adalah meningkatnya pertumbuhan angkatan kerja secara pesat sedangkan jumlah lapangan kerja yang tersedia masih terbatas. Data dari BPS (2011) menunjukkan bahwa persentase tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2011 mencapai 6,80% dari total angkatan kerja sebanyak 117,4 juta orang, itu berarti jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,9 juta orang. Jika tingkat pengangguran terbuka digolongkan berdasarkan tingkat pendidikan akhir yang ditamatkan, maka tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menduduki posisi paling atas dengan persentase masing-masing 10,66% dan 10,43%. Bahkan apabila ditelusuri lagi pada tahun sebelumnya yaitu Agustus 2010, tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan SMK mengalami kenaikan sebesar 0,43%. Data tersebut terbilang cukup mencengangkan, apalagi tujuan dari SMK ialah untuk mencetak lulusan yang siap bekerja. Namun permasalahanny adalah, bagaimana para angkatan kerja menyikapi kata “siap bekerja” tersebut? Apabila yang ada di benak para angkatan kerja bahwa siap bekerja berarti siap melamar pekerjaan di berbagai perusahaan, maka disini lah permasalahaan pengangguran tersebut harus diatasi.
Untuk menanggulangi masalah pengangguran tidak bisa hanya dilakukan dengan membuka lowongan pekerjaan di beberapa daerah di Indonesia, hal tersebut mungkin memang akan mengurangi tingkat pengangguran terbuka pada saat itu, namun bagaimana dengan angkatan kerja yang lahir selanjutnya? Apakah setiap tahun pihak pemerintah dan swasta akan terus membuka perusahaan yang mampu merekrut tenaga kerja kurang lebih sebanyak 117,4 juta orang? Maka seyogyanya, diperlukan suatu usaha dari para angkatan kerja tersebut untuk mengurangi tingkat pengangguran itu sendiri, salah satunya adalah dengan berwirausaha dan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Agar seseorang mampu berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja sendiri, maka perlu dibekali dengan pendidikan dan mindset yang kuat mengenai kewirausahaan. Hal tersebut tidak dapat dilakukan secara instan namun harus dilakukan sejak dini. Para generasi muda harus dibekali dengan pendidikan kewirausahaan sejak dini agar ketika mereka menjadi angkatan kerja, mereka mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
Tilaar (2012) menjelaskan bahwa untuk mempersiapkan para siswa di Indonesia masuk dalam dunia kerja, pendidikan wirausaha (entrepreneur) diperlukan dalam kurikulum nasional. Manusia entrepreneur tidak muncul di perguruan tinggi, tapi harus dimulai sejak pendidikan dasar. Pendidikan kewirausahaan sebetulnya sudah cukup lama digagas. Sejumlah perguruan tinggi telah membentuk dan menerapkan kuliah kewirausahaan sejak beberapa tahun silam, sejumlah sekolah menengah juga melakukan hal yang sama. Tetapi kelahiran wirausaha di Indonesia dirasakan masih jauh dari harapan. Kondisi tersebut menimbulkan sebuah tanda tanya besar, bagaimanakah seharusnya pendidikan yang diberikan kepada siswa agar mereka dapat tumbuh menjadi wirausaha yang berkarakter?
Lebih lanjut lagi, Tilaar (2012) mengatakan bahwa salah satu kelebihan sistem pendidikan barat adalah kemampuannya mendorong lahirnya kreativitas peserta didik. Tidak hanya itu, lembaga pendidikan juga melahirkan peserta didik yang kritis. Kreatif dan kritis, itulah dua elemen terpenting yang didapatkan setiap peserta begitu lepas dari lembaga pendidikan formal. Tak heran jika tanpa kurikulum wirausaha pun, lembaga pendidikan secara aktif menjadi pemasok pengusaha-pengusaha baru. Sebaliknya, strategi pembelajaran di Indonesia tidak memungkinkan lahirnya wirausaha baru sesuai harapan. Penyebabnya, karena strategi pembelajaran kita masih sangat condong pada strategi pedogagi. Pedagogi adalah sebuah sistem pengajaran yang menjadikan guru sebagai pusat sumber dan sumber utama yang memberikan ide-ide dan contoh, di mana peserta didik diposisikan sebagai gelas kosong yang hanya dapat diisi oleh sang guru. Pada sistem ini, hampir tidak mungkin dapat terlahir peserta didik yang memiliki kreativitas tinggi, sebab mereka sepenuhnya tergantung kepada guru. Itu sebabnya, tak mengherankan jika spektrum pikir peserta didik sepenuhnya merupakan pantulan dari pengajaran satu arah yang diterima di sekolah.
Kurikulum wirausaha diharapkan menjadi instrumen untuk merestorasi sikap mental manusia Indonesia. Dengan menjadikan kewirausahaan sebagai pelajaran di lembaga pendidikan formal mulai dari pendidikan dasar, maka harapan terciptanya generasi muda yang memiliki kreativitas, sikap kritis, jujur, berkarakter, dan memiliki keahlian dan budaya wirausaha yang andal. Modal ini sangat penting untuk menjadi warga negara yang baik dan pengusaha yang sukses dan andal, bukan sekadar wirausaha kelas karbitan yang tiba-tiba menjadi pengusaha karena kolusi dan korupsi, namun menjadi wirausaha yang berkarakter.
Suherman (2011) menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill). Tapi juga lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan kewirausahaan yang berkarakter bagi peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Sehubungan dengan hal tersebut, peningkatan mutu pembelajaran dan faktor-faktor lain yang memengaruhi hasil belajar perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Hasil studi cepat tentang pendidikan kewirausahaan yang berkarakter pada pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan diperoleh informasi bahwa pendidikan kewirausahaan mampu menghasilkan persepsi positif akan profesi sebagai wirausaha. Bukti ini merata ditemukan, baik tingkat sekolah dasar, menengah pertama, maupun menengah atas, bahwa peserta didik di sekolah yang memberikan pendidikan kewirausahaan memberikan persepsi yang positif akan profesi wirausaha. Persepsi positif tersebut akan memberi dampak yang sangat berarti bagi usaha penciptaan dan pengembangan wirausaha maupun usaha-usaha baru yang sangat diperlukan bagi kemajuan Indonesia.
Apabila kita kembali lagi pada permasalahan semula, bahwa masalah pengangguran tidak dapat diselesaikan dengan begitu saja mudahnya, untuk menanggulanginya diperlukan peran pendidikan yang bermutu. Dengan menerapkan pendidikan kewirausahaan yang berkarakter sebagai pendidikan dasar, maka diharapkan Indonesia dapat melahirkan wirausaha yang sukses. Sehingga para angkatan kerja tidak perlu lagi modar-mandir untuk melamar pekerjaan, namun mereka justru dapat menciptakan lapangan kerja sendiri bagi dirinya dan orang lain. Atas dasar kondisi yang telah diuraikan di atas, penulis menyusun makalah mengenai “Penerapan Pendidikan Kewirausahaan yang Berkarakter Sebagai Pendidikan Dasar”.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
  1. Bagaimana sesungguhnya konsep dari kewirausahaan dan apa yang dimaksud dengan wirausaha yang berkarakter?
  2. Bagaimana pemahamanan dari pendidikan kewirausahaan yang berkarakter?
  3. Bagaimana penerapan pendidikan kewirausahaan yang berkarakter sebagai suatu pendidikan dasar?





1.3  Tujuan Pembahasan
Mengacu dari poin-poin rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan pembahasan dari makalah ini yaitu.
  1. Untuk mengetahui konsep dari kewirausahaan dan maksud dari wirausaha yang berkarakter.
  2. Untuk mengetahui pemahaman dari pendidikan kewirausahaan yang berkarakter.
  3. Untuk mengetahui penerapan pendidikan kewirausahaan yang berkarakter sebagai suatu pendidikan dasar.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kewirausahaan dan Wirausaha Berkarakter
Prasetyo (2009) mengemukakan bahwa kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Istilah kewirausahaan  berasal dari  terjemahan “Entrepreneurship”, dapat diartikan sebagai “the backbone of economy”, yang adalah syaraf pusat perekonomian atau pengendali perekonomian suatu bangsa. Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan suatu nilai yang diperlukan  untuk memulai suatu usaha atau suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi sehari-hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.
Menurut Sudrajat (2011), sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Pakar kewirausahaan Peter F. Drucker (dikutip dalam Jayadi, 2010), mengartikan kewirausahaan sebagai kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Dalam pengertian ini, kewirausahaan terkait erat dengan kemampuan kreasi dan inovasi. Kemampuan wirausahawan adalah menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda dari yang lain, atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.
Selanjutnya Sudrajat (2011) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki karakter wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (dikutip dalam Sudrajat, 2011) mengatakan “An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and assembling the necessary resources to capitalize on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya.
Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan identik dengan  kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha (business). Padahal menurut Soeparman Soemahamidjaja (dikutip dalam Sudrajat, 2011), dalam kenyataannya kewirausahaan tidak selalu  identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan. Wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup.
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha. Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing (Sudrajat, 2011). Nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:
a.       Pengembangan teknologi baru (developing new technology)
Contoh dari pengembangan teknologi baru yang mencolok salah satuny ialah teknologi Handphone. Dulu awal terciptanya handphone, alat komunikasi tersebut hanya dapat digunakan untuk melakukan panggilan dan komunikasi lewat pesan singkat atau SMS. Namun kemudian teknologi pada handphone dikembangkan lagi, sehingga dapat digunakan pula sebagai kamera. Kamera pada handphone pun juga mengalami perkembangan, awalnya hanya beresolusi VGA, kemudia 1 Megapixel, 3.2 Megapixel, sampai akhirnya sekarang terdapat handphone dengan resolusi kamera 8 Megapixel. Teknologi handphone pun semakin berkembang seiring dengan berkembangnya zaman, dapat digunakan sebagai audio player, video player, browsing internet, dsb.
b.      Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)
Salah satu contoh dari penemuan pengetahuan baru ialah dalam bidang kesehatan dan kecantikan. Dulu satu-satunya hal yang berkaitan dengan kesehatan ialah dokter dan tanaman obat-obatan keluarga atau disebut juga dengan Toga. Namun sekarang seiring dengan ditemukannya pengetahuan baru di bidang kesehatan, banyak pihak-pihak yang membuka usaha di bidang kesehatan, seperti misalnya Terapi Reflexiology, Terapi Akupuntur, dll. Begitu juga di bidang kecantikan, sekarang semakin banyak tersedia klinik-klinik kecantikan yang menyajikan perawatan kecantikan sekaligus produk-produk kecantikan. Hal tersebut merupakan pemanfaatan dari penemuan pengetahuan baru yang berhasil dipraktekan di dunia usaha.
c.       Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products)
Salah satu contoh dari perbaikan produk misalnya adalah produk sampo. Dulu sampo hanya sebatas membersihkan rambut saja, namun lambat laun sampo memiliki manfaat lain seperti misalnya membersihkan ketombe, melembutkan rambut, mengatasi kerontokan, menjaga warna rambut, dsb. Selain itu perbaikan produk dalam bentuk jasa dapat dilihat dari bisnis karaoke keluarga. Dulu untuk memilih lagu, konsumen harus mencari kode lagu di buku lagu, dimana terdapat daftar ribuan lagi yang tertera di buku tersebut. Namun sekarang sistemnya sudah terkomputerisasi, sehingga konsumen hanya perlu memasukan judul lagu atau penyanyi di komputer, kemudian langsung dapat memilih lagu yang diinginkan. Kedua contoh tersebut merupakan praktek dari perbaikan produk yang sudah ada.
d.      Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources)
Untuk contoh yang terakhir ini lebih banyak terdapat pada industry manufaktur. Seperti misalnya dengan menciptakan mesin pembuat rokok, yang dulu hanya menggunakan tenaga manusia, sekarang mesin rokok dapat menghasilkan rokok lebih banyak dengan waktu yang lebih singkat. Meskipun sekarang masih terdapat beberapa perusahaan rokok yang menggunakan tenaga manusia untuk membuat rokok.
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sebenarnya karakter wirausaha juga dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya. Dengan demikian menurut Sudrajat (2011), ada enam hakikat pentingnya kewirausahaan, yaitu:
a.       Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis.
b.      Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha.
c.       Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda.
d.      Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
e.       Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha.
f.       Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
Berdasarkan keenam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah nilai-nilai yang membentuk karakter dan perilaku seseorang yang selalu kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Mulyani, dkk (2010) memberikan penjelasan mengenai 6 (enam) ciri-ciri karakter wirausaha, yaitu:
a.       Percaya diri, yaitu bekerja penuh keyakinan dan tidak ketergantungan dalam melaksanakan pekerjaan.
b.      Berorientasi pada tugas dan hasil, yaitu memenuhi kebutuhan akan prestasi, orientasi pekerjaan berupa laba, tekun dan tabah, serta memiliki tekad kerja keras.
c.       Berani mengambil risiko, yaitu berani dan mampu mengambil risiko kerja serta menyukai pekerjaan yang menantang.
d.      Berjiwa kepemimpinan, yaitu bertingkah laki sebagai pemimpin yang terbuka terhadap saran dan kritik, serta mudah bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
e.       Berfikir ke arah hasil (manfaat), yaitu kreatif dan inovatif; ulet dalam melaksanakan pekerjaan; mempunyai banyak sumber daya; dan serba bisa serta berpengetahuan luas.
f.       Keorisnilan, yaitu berfikiran menatap ke depan dan perspektif.
Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, menurut Sudrajat (2011) persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.
Dewasa ini, seorang wirausaha tidak cukup hanya dengan memiliki kemampuan menciptakan sesuatu yang berbeda, kreatif, dan inovatif saja. Namun seorang wirausaha harus bisa menjadi wirausaha yang berkarakter. Karakter yang dimaksud ialah karakter yang sehat yang sesuai dengan budaya dan kearifan masyarakat Indonesia melalui konsep Characterpreneurship (Hernandar, 2012). Tujuan berbisnis atau berwiraswasta bukan hanya mencari kuntungan semata, tetapi juga orangnya harus berkarakter. Caracterpreneurship berpegang pada nilai atau etika bisnis, anti korupsi, pembelaan terhadap produk dalam negeri, menciptakan lapangan kerja dan tentunya memberikan berkah bagi masyarakat.
Sebelum mengulas lebih lanjut mengenai wirausaha yang berkarakter, alangkah baiknya apabila kita melihat beberapa fakta di bawah ini yang pernah dikemukakan oleh Wibowo (2011):
a.       158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
b.      42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
c.       30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS B
d.      Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM.
Atas dasar fakta-fakta di atas lah, mengapa Indonesia perlu membangun wirausaha yang berkarakter. Apa jadinya bila para wirausaha yang ada di Indonesia kelak tidak memiliki karakter yang sesuai dengan budaya dan kearifan masyarakat Indonesia. Hal tersebut tentu akan menjadi boomerang bagi Indonesia, di mana para pengusaha atau wirausaha akan menghalalkan segala cara untuk dapat bersaing di dunia bisnis. Oleh karena itu wirausaha yang berkarakter harus berpegang teguh pada prinsip nilai etika bisnis, anti korupsi, pro-produk dalam negeri, menciptakan lapangan pekerjaan yang membawa berkah bagi masyarakat Indonesia.
Forum Tanya Jawab & Wiki Indonesia (2012) menjelaskan beberapa nilai etika bisnis yang harus dipegang teguh sebagai perwujudan wirausaha yang berkarakter, nilai-nilai tersebut ialah:
a.       Produktivitas Jauh Lebih Penting daripada Keuntungan
Misalnya, seorang wirausaha memiliki dua jenis bahan baku yang dapat digunakan, salah satunya lebih mahal dari yang lain. Maka wirausaha yang berkarakter akan memilih yang lebih baik diantaranya, tanpa memperdulikan harga. Apa maksud dari hal ini? Sebab hal tersebut membuat produksi yang lebih baik. Ketika seorang wirausaha memproduksi dengan lebih baik, maka dipastikan akan menghasilkan lebih banyak penjualan, dan inilah alasan mengapa profit tidak selalu terpengaruh, dan meskipun terpengaruh, tidak dalam jumlah yang besar. Sehingga wirausaha tersebut dapat menghasilkan profit yang signifikan dan yang dipercaya oleh konsumen. Kita semua mengetahui bagaimana bisnis yang kredibel selalu bertahan lama di pasar. Ini yang akan didapatkan jika seorang wirausaha menempatkan produktivitas diatas profit.
b.      Konsumen Bukan Domba yang Dapat Dipotong
Kebanyakan bisnis yang tidak etis mengenakan biaya yang terlalu tinggi terhadap produknya dan menipu konsumennya. Bisnis yang demikian bisa saja menghasilkan keuntungan yang cepat dikarenakan iklan, namun pada saat terjadi nilai baru dalam bisnis, maka akan mengalami kehancuran. Poin yang lebih baik yang diperhatikan adalah, perusahaan yang menaikkan harganya dengan tidak wajar di permulaan tidak dapat menurunkannya kemudian. Sekalipun mereka melihat tidak adanya penjualan yang diharapkan, mereka tidak dapat memotong harga tanpa kehilangan kredibilitas. Harga yang wajar adalah hal yang terpenting dalam etika bisnis, dan itu harus diimplementasikan di permulaan.
c.       Area Pembeli Lebih Penting daripada Area Penengah
Memang benar, penengah memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan bisnis. Bagaimanapun juga, distributor adalah orang penting yang membeli produk dari pabrik dan menghadirkannya didepan konsumen. Dalam dunia yang kian kompetitif, sangat penting untuk menarik distributor dan karena itu, kebanyakan bisnis membuat kebijakan dalam memelihara hubungan dengan distributor. Semua ini adalah hal yang baik selama konsumen sebagai pusat segala sesuatunya. Konsumen adalah hal terpenting daripada penengah, dan semua usaha harus menyadari nilai etika bisnis yang mendahulukan konsumen daripada distributor. Jika konsumen tidak suka dengan produk, maka tidak ada penjualan. Dan jika tidak ada penjualan, tidak ada distributor yang membeli produk. Triknya terletak pada menyenangkan konsumen dengan memberikan produk yang mereka inginkan tanpa mempermasalahkan sedikit kenaikan biaya manufaktur dan menciptakan permintaan produk. Secara otomatis distributor akan datang dengan sendirinya.
d.      Bersikap Diplomatis dengan Pesaing
Harus ditekankan bahwa etika bisnis selalu mengemukakan persaingan yang sehat di pasar, dan monopoli adalah hal yang dipandang rendah. Suatu bisnis pasti memiliki beberapa pesaing, dan yang terbaik adalah bersikap diplomatis dengan mereka. Secara etika, kita harus menghormati apa yang dilakukan pesaing. Jika seorang wirausaha tergoda untuk memulai perang dingin, ingatlah bahwa mereka memiliki usaha yang sama. Jadi jelas, di beberapa hal mereka lebih unggul, atau justru kurang. Kenyataannya dimata konsumen, seorang wirausaha berbagi dengan para pesaingnya karena mereka menyediakan produk yang sama. Cukup etis dan menguntungkan bagi wirausaha untuk mengikuti 'ikatan persaudaraan' dengan kompetitor. Jika ingin menyingkirkan mereka, lakukan dengan elegan dan dengan meningkatkan bisnis yang kita jalankan. Melakukan sabotase bisnis kompetitor, dengan cara apapun tidak dapat diterima oleh etika bisnis.
Selain berpegang teguh pada prinsip nilai etika bisnis, seorang wirausaha yang berkarakter juga harus berpegang teguh pada prinsip anti korupsi. CERIC FISIP UI (2011) membeberkan Data Transparansi Internasional tentang Corruption Perceptions Index (CPI) 2010, yang menunjukkan Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 178 negara, dengan Denmark pada urutan pertama dan Somalia pada urutan terakhir. Hal tersebut bukan angka yang membanggakan. Namun bila melihat lebih detail pada CPI Indonesia sejak tahun 2002-2010, telah terjadi peningkatan yang cukup tajam 1.9 menjadi 3, artinya Indonesia 1,1 poin lebih bersih dari korupsi, saat beberapa negara lain mengalami penurunan nilai. Ananto (2011) menjelaskan bahwa tindakan korupsi seperti yang terdapat dalam KUHP yaitu meliputi tindakan suap, tindakan penggelapan, tindakan pemerasan, tindakan yang berkenaan dengan pemborongan atau rekanan, tindakan yang berkaitan dengan peradilan, tindakan yang melampaui batas kekuasaan, dan tindakan pemberantasan sanksi.
Berikut adalah prinsip-prinsip anti korupsi yang harus dipegang teguh oleh para wirausaha yang berkarakter menurut Rohman (2010):
a.       Akuntabilitas
Akuntabilitas mengacu pada kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga. Akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan semua kegiatan.
b.      Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh public. Transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses usaha. Dalam bentuk yang sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan.
c.       Keadilan
Prinsip keadilan ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Terdapat lima langkah penegakan keadilan: (1) Komprehensif dan disiplin, yaitu mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, dan pengeluaran yang tidak melampaui batas. (2) Fleksibilitas, yaitu adanya kebijakan untuk efisiensi dan efektivitas. (3) Terprediksi, yaitu ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money dan menghindari deficit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip keadilan di dalam proses perencanaan pembangunan. (4) Kejujuran, yaitu adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun politis. Kejujuran ialah bagian pokok dari prinsip keadilan.
Selanjutnya yang tidak kalah penting untuk menjadi wirausaha yang berkarakter ialah dengan pro produk dalam negeri atau meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Menurut Artikel Bela Negara (2012), bangsa ini tidak akan pernah maju, kalau generasinya tidak mau peduli. Bangsa ini tidak akan besar kalau generasinya tidak punya kreativitas, dan bangsa ini tidak akan berkembang kalau generasinya masih ketergantungan dengan produk luar negeri. Saatnya Indonesia bangkit. Itulah cita-cita genarasi muda ketika meneriakan reformasi. Usia reformasi sudah berjalan 10 tahun, namun kita belum beranjang dari persoalan ekonomi. Persoalannya adalah, karena kita kalah bersaing dan kita sendiri masih mencintai produk luar negeri. Untuk itu, mari kita mulai mencintai produk dalam negeri.
Tak dipungkiri pula memakai barang-barang luar bisa jadi hanya sebatas gengsi dan agar dikatakan keren, meski belum dapat dipastikan barang yang dipakai memiliki kualitas yang bagus dan terjamin mutunya. Untuk celana jeans merek Levis, Indonesia harus membayar penggunaan mereknya di sini. Padahal celana itu dibuat di dalam negeri. Produksi dan bahannya juga dari dalam negeri. Untuk itu seluruh masyarakat dihimbau agar tidak perlu ragu lagi dalam menggunakan produk “made in Indonesia”. Lebih lanjut lagi Wacik (2012) memaparkan bahwa, dengan menggunakan produksi dalam negeri maka pro-growth akan terjadi, yang secara otomatis akan turut menciptakan lapangan kerja (pro-job) yang akan diikuti oleh pro-poor. Oleh karena itu dipandang perlu untuk mendorong para wirausaha yang berkarakter untuk terus meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang atau jasa, sehingga mendorong wirausaha meningkatkan produksinya dan percepatan pengembangan pasar dalam negeri maupun ekspor.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa menjadi wirausaha yang berkarakter sangat lah penting, karena hal tersebut tidak hanya membawa kesuksesan bagi wirausaha itu sendiri. Namun juga mampu membawa kesuksesan bagi Indonesia. Wibowo (2010) menuturkan bahwa karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90% kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk.

2.1 Pemahaman Pendidikan Kewirausahaan yang Berkarakter
Menurut Wibowo (2011), karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat. Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme.
Ferdian (2011) mengemukakan bahwa pendidikan kewirausahaan yang berkarakter merupakan hal yang baru sekarang ini meskipun bukan sesuatu yang baru. Penanaman nilai-nilai sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Akan tetapi, seiring dengan perubahan jaman, agaknya menuntut adanya penenaman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran. Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin memudar.
Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam tiap mata pelajaran dapat dilihat sebagai berikut:
a.       Pendidikan Agama
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.
b.      Pendidikan Kewarganegaraan
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain.
c.       Bahasa Indonesia
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis.
d.      Ilmu Pengetahuan Sosial
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, dan kerja keras.
e.       Ilmu Pengetahuan Alam
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, dan cinta ilmu.
f.       Bahasa Inggris
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerja sama, patuh pada aturan social.
g.      Seni Budaya
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokratis.
h.      Penjasorkes
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, mengahrgai karya dan prestasi orang lain.
i.        TIK/Keterampilan
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain.
j.        Muatan lokal
Nilai utama yang ditanamkan antara lain: menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain, nasional, peduli.
Setiap nilai utama tersebut dapat dimasukkan ke dalam pembelajaran mulai dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, sampai dengan konfirmasi. Menurut Columbo (2009), eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas suatu fenomena. Strategi yang digunakan memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan menerapkan strategi belajar aktif. Pendekatan belajar yang eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer ilmu pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus diimbangi dengan peningkatan mutu materi ajar. Informasi tidak hanya disusun oleh guru. Perlu ada keterlibatan siswa untuk memperluas, memperdalam, atau menyusun informasi atas inisiatifnya. Dalam hal ini siswa menyusun dan memvalidasi informasi sebagai input bagi kegiatan belajar.
Aplikasi nilai-nilai utama dimasukkan dalam kegiatan eksplorasi antara lain dengan cara (Ferdian, 2011):
a.       Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama).
b.      Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras).
c.       Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan).
d.      Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri).
e.       Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras).
Bagian kedua adalah elaborasi. Teori elaborasi adalah teori mengenai desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang menjadi ide-ide yang terintegrasi (Columbo, 2009). Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran. Dari pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi, ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.
Selanjutnya aplikasi nilai-nilai utama dimasukkan dalam kegiatan elaborasi antara lain dengan cara (Ferdian, 2011):
a.       Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis).
b.      Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun).
c.       Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis).
d.      Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab).
e.       Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai).
f.       Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
g.      Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
h.      Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
i.        Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama).
Bagian yang ketiga atau yang terakhir adalah konfirmasi. Menurut Columbo (2009), kebenaran ilmu pengetahuan itu relatif. Sesuatu yang saat ini dianggap benar bisa berubah jika kemudian ditemukan fakta baru yang bertentangan dengan konsep tersebut. Oleh karena itu, sikap keilmuan selalu terbuka dalam memperbaiki pengetahuan sebelumnya berdasarkan penemuan terbaru. Sikap berpikir kritis dan terbuka seperti itu telah membangun sikap berpikir yang apriori, yaitu tidak meyakini sepenuhnya yang benar saat ini mutlak benar atau yang salah mutlak salah. Semua dapat berubah.
Aplikasi nilai-nilai utama dimasukkan dalam kegiatan kofirmasi antara lain dengan cara (Ferdian, 2011):
a.       Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis).
b.      Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis).
c.       Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan).
d.      Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
1)      Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun).
2)      Membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli).
3)      Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis).
4)      Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu).
5)      Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
Penanaman nilai inilah yang nantinya diharapkan akan menjadikan peserta didik menjadi calon wirausaha yang lebih berkarakter. Suherman (2011) mengatakan bahwa program pendidikan kewirausahaan berkarakter di sekolah bertujuan untuk:
a.       Memperkuat pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini (the existing curriculum) di setiap satuan pendidikan mulai dari pendidikan usia dini sampai menengah atas dan pendidikan nonformal (PNF) dengan cara memperkuat metode pembelajaran dan mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan.
b.      Mengkaji Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dan kurikulum mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas serta pendidikan non formal dalam rangka pemetaan ruang lingkup kompetensi lulusan yang terkait dengan pendidikan kewirausahaan.
c.       Merumuskan rancangan pendidikan kewirausahaan di setiap satuan pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas serta pendidikan non formal.
Sasaran program pendidikan kewirausahaan berkarakter adalah satuan pendidikan mulai dari pendidikan usia dini hingga menengah atas serta nonformal (PAUD/TK, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK, hingga PNF). Melalui program ini diharapkan lulusan peserta didik pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Lalu warga sekolah yang lain memiliki jiwa dan spirit wirausaha yang berkarakter. Lebih lanjut lagi, Mulyani, dkk (2010) menjelaskan bahwa pendidikan kewirausahaan harus mampu mengubah pola pikir para peserta didik. Pendidikan kewirausahaan akan mendorong para pelajar dan mahapeserta didik agar memulai mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir yang selalu beorientasi menjadi karyawan diputar balik menjadi berorientasi untuk mencari karyawan. Dengan demikian kewirausahaan dapat diajarkan melalui penanaman nilai-nilai kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan perilaku untuk berwirausaha agar para peserta didik kelak dapat mandiri dalam bekerja atau mandiri usaha.
Pendidikan kewirausahaan akan memberikan peluang tumbuh dan berkembangnya potensi kreativitas dan inovasi anak. Nilai-nilai kewirausahaan akan menjadi karakteristik peserta didik yang dapat digunakannya dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungnnya. Pada akhirnya pribadi yang memiliki karakter kreatif, inovatif, bertangung jawab, disiplin dan kosisten akan mampu memberikan kontribusi dalam pemecahan masalah sumber daya manusia Indonesia. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan sangat berorientasi pada sosio-psiklogis. Pendidikan kewirausahaan akan mereduksi mindset peserta didik tentang tujuan dan orientasi mengikuti pendidikan untuk menjadi pegawai negeri. Pendidikan kewirausahaan juga mempersiapakan peserta didik memiliki sikap kewirausahaan dan mampu mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk menghadapi masa depannya dengan segala problematikanya.

2.3 Penerapan Pendidikan Kewirausahaan yang Berkarakter Sebagai Pendidikan
      Dasar
Dalam penerapan pendidikan kewirausahaan yang berkarakter sebagai pendidikan dasar, pertama Mulyani, dkk (2010) menjelaskan mengenai pendidikan kewirausahaan, dilihat dari siapa yang bertanggung jawab, banyak pendapat mengatakan bahwa pendidikan kewirausahaan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena itu pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan kita terdiri atas tiga bagian. Pertama, pendidikan informal (keluarga), formal (sekolah) dan nonformal (masyarakat). Dilihat dari sasaran yang ingin dicapai, sasaran pendidikan kita adalah pembentukan aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap mental atau moral) dan psikomotorik (skill/keterampilan). Pada umumnya sekolah sebagai lembaga pendidikan dan merupakan pusat kegiatan belajar mengajar dijadikan tumpuan dan harapan orang tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Karena itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), pembentukan sikap dan keterampilan bagi peserta didik termasuk sikap mental wirausaha. Dalam praktik di sekolah, untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada peserta didik ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:
a.       Pembenahan dalam kurikulum
Pembenahan kurikulum dalam rangka menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan yang mampu membentuk karakter wirausaha pada peserta didik dapat dilakukan dengan cara melengkapi materi kurikulum yang telah ada dengan bidang studi kewirausahaan khususnya di SMK, dan mengintegrasikan nilai-nilai wirausaha kedalam silabus dan RPP.
b.      Peningkatan peran sekolah dalam mempersiapkan wirausaha
Hakikat persiapan manusia wirausaha adalah dalam segi penempaan karakter wirausaha. Dengan perkataan lain, persiapan manusia wirausaha terletak pada penempaan semua daya kekuatan pribadi manusia itu untuk menjadikannya dinamis dan kreatif, di samping mampu berusaha untuk hidup maju dan berprestasi. Manusia yang semacam itu yang menunjukkan ciri-ciri wirausaha. Seperti telah dikemukaka pada paparan di atas bahwa salah satu ciri manusia wirausaha adalah memiliki ciri-ciri kepribadian yang kuat. Untuk dapat menginternalisasikan nilainilai kewirausahaan pada diri peserta didik diperlukan peran sekolah secara aktif. Misal, guru akan menerapkan integrasi nilai kreatif, inovatif, dan berani menanggung resiko dalam pembelajaran KD produksi, konsumsi, dan distribusi.
c.       Pembenahan dan pengorganisasian proses pembelajaran
Pembelajaran di Indonesia telah mengalami berbagai macam pembaharuan, termasuk juga dalam pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Agar peserta didik mengalami perkembangan pribadi yang integratif, dinamis dan kreatif, ada pembenahan lebih lanjut dalam hal pengorganisasian pengalaman belajar peserta didik. Hal ini tidak berarti bahwa pengorganisasian yang sudah berlaku di sekolah itu harus ditinggalkan. Pengorganisasian yang sudah ada biar berlangsung terus, yang penting perlu dicari cara pengorganisasian lain untuk menunjang proses pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk aktif belajar dari pengalaman hidup sehari-hari di dalam masyarakat. Selain itu alternatif lain untuk mengembangkan organisasi pengalaman belajar peserta didik adalah pelaksanaan pembelajaran yang berbasis unit produksi. Sebagai contoh pada pembelajaran materi produksi, anak dilatih keterampilan untuk memproduksi. Selanjutnya, hasil produksi dititipan dalam unit produksi di sekolah untuk digunakan sebagai latihan menjual pada saat penyampaian materi distribusi. Bentuk ini bukanya mengganti pengorganisasian yang sudah ada melainkan sebagai variasi pengalaman belajar peserta didik.
d.      Pembenahan proses kelompok
Hubungan pribadi antar peserta didik di dalam kelas mempunyai pengaruh terhadap belajar mereka. Aktivitas belajar anak dapat dipengaruhi oleh perasaannya tentang diri sendiri dalam hubungannya dengan guru-guru serta temantemannya. Pertumbuhan anak banyak tergantung pada suasana emosional dari kelompo kelasnya. Proses-proses kelompok di kelas bukan hanya mempengaruhi perasaan dan sikap para peserta didik, tetapi juga mempengaruhi hasil belajar mereka. Hal ini guru dituntut untuk berusaha mengadakan modifikasi-modifikasi terhadap proses-proses kelompok peserta didik di dalam kelas agar tumbuh kembang nilai-nila kewirausahaan pada diri peserta didik. Contoh: pembentukan diskusi kelompok memperlihatkan heterogenitas di dalam kelompok. Setiap kelompok sebaiknya terdiri dari peserta didik yang banyak bicara, peserta didik yang diam, peserta didik yang banyak ide, dan peserta didik yang pasif, sehingga akan terjadi perpaduan dalam pengalaman belajar.
e.       Pembenahan pada diri Guru
Sebelum guru melaksanakan pembelajaran di kelas dengan mengintegrasikan nilai nilai kewirausahaan, terlebih dahulu guru juga dilatih kewirausahaan terutama yang terkait dengan penanaman nilai-nilai dan ketrampilan/skill wirausaha. Akan lebih baik lagi jika guru juga memiliki pengalaman empiris di dalam mengelola bisnis usaha Pendidikan kewirausahaan juga bisa dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler, yang melatih peserta didik mengembangkan usaha yang terkait dengan bakat dan minat peserta didik. Peran guru adalah mengkomunikasikan potensi dan cita-cita secara jelas sehingga dapat menginspirasi setiap peserta didik untuk dapat melihat jiwa kewirausahaan dalam dirinya.
Dalam menerapkan pendidikan kewirausahaan yang berkarakter, terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, prinsip-prinsip tersebut ialah (Mulyani dkk, 2010):
a.       Proses pengembangan nilai-nilai kewirausahaan merupakan sebuah proses panjang dan berkelanjutan dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
b.      Materi nilai-nilai kewirausahaan bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, dan sebagainya. Nilai kewirausahaan diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran. Pengintegrasian ke dalam mata pelajaran bisa melalui materi, metode, maupun penilaian.
c.       Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan. Demikian juga, guru tidak harus mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai.
d.      Digunakan metode pembelajaran aktif dan menyenangkan.
Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Dalam proses pembelajara dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa menyenangkan.
Lebih lanjut lagi, Mulyani (2010) menjelaskan bahwa tahap awal yang perlu dilakukan sebelum merancang model pendidikan kewirausahaan di setiap satuan pendidikan adalah mengkaji sejauh mana Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi yang meliputi Sandar Komptensi dan Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan mulai dari PAUD/TK, SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, dan PNF didalamya sudah terinternalisasi pendidikan kewirausahaan. Berdasarkan kajian tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan di setiap satuan pendidikan.
Pendidikan kewirausahaan sebenarnya sudah terakomodasi dalam kurikulum sebelum ditetapkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan. Sebagai contoh dalam Kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994, namun masih terbatas dalam kelompok Ilmu-Ilmu sosial terutama dalam Mata pelajaran Ekonomi, dan hasilnya belum maksimal karena masih pada tataran konsep. Sedangkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, peserta didik diharapkan untuk memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kajian kewirausahaan sebenarnya termasuk kajian yang aplikatif dan perlu praktik lapangan, namun hal ini hasilnya belum maksimal karena SKL belum mengukur aspek keterampilan.
Hasil pencermatan SKL, SI (SK dan KD), setiap satuan pendidikan pada umumnya belum secara eksplisit terinternalisasi nilai-nilai kewirausahaan, kecuali pada satuan pendidikan di jenjang SMA dan SMK. Di satuan pendidikan jenjang SMA ada satu Standar Kompetensi yang terkait dengan kewirausahaan dan koperasi. Sedangkan di SMK, pendidikan kewirausahaan menjadi satu mata pelajaran tersendiri. Dalam implementasi pembelajaran sudah ada upaya untuk menumbuhan nilai-nilai kewirausahaan, namun belum terpogram secara komprehensif. Sebagai suatu contoh, dengan penggunaan metode diskusi kelompok di dalam pembelajaran akan mampu menumbuhkan sikap percaya diri dan kerja sama. Adanya kegiatan sekolah yang melibatkan peserta didik dalam pengelolaan koperasi sekolah, kantin dan bisnis senter diharapkan mampu menumbuhkan jiwa dan perilaku wirausaha.
Kemudian Sudrajat (2011) memaparkan bahwa pendidikan kewirausahaan yang berkarakter bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu  komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek seperti berikut:
a.       Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses  pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilainilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 (enam)  nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri.Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
1)      Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
2)      Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.
3)      Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
4)      Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
b.      Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
Beberapa kegiatan ekstra kurikuler yang bisa diberi muatan pendidikan kewirausahaan antara lain :
1)      Olah raga,
2)      Seni Budaya,
3)      Kepramukaan,
4)      Pameran, dll.
c.       Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
Mulyani, dkk (2010) mengemukakan bahwa dalam program pengembngan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah yaitu melalui hal-hal sebagai berikut:
1)      Kegiatan rutin sekolah
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah: upacara setiap hari senin, upacara pada hari besar kenegaraan. Pada pelaksanaan kegiatan ini dapa diintegrasikan nilai kewirausahaan (kepemimpinan), dengan cara secara memberi tugas pada setiap kelas secara bergantian untuk menjadi panitian pelaksana. Dengan cara ini peserta didik dapat belajar mengkoordinir temantemanya untuk melaksanakan tugasnya sebagai panitia. Beribadah bersama/sembahyang bersama setiap dluhur (bagi yang beragama Islam). Dengan kegiatan ini dapat juga diintegrasikan nilai kewirausahaan kepemimpinan dengan cara melibatkan anak menjadi imam dan memberi kultum 5-7 menit secar bergantian dengan disusun jadwal.
2)      Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini dilakukan biasanya pada saat guru dan tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi pada saat itu juga. Apabila guru mengetahui adanya perilaku dan sikap yang kurang baik maka pada saat itu juga guru harus melakukan koreksi sehingga peserta didik tidak akan melakukan tindakan yang tidak baik tersebut. Sebaliknya anak yang berperilaku baik diberi pujian. Misalnya: Guru melihat anak mengkoreksi perilaku teman yang tidak terpuji, maka anak tersebut diberi pujian (nilai kepemimpinan).
3)      Teladan
Keteladanan adalah perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik untuk mencontohnya. Jika guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai kewirausahaan maka guru dan tenaga kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut. Misalnya datang di kantor tepat pada waktunya, bekerja keras, jujur.
4)      Pengkondisian
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan kewirausahaan maka sekolah harus dikondisikan sebagai pendukung kegiatan tersebut. Sekolah harus mencerminkan kehidupan sekolah yang mencerminkan nilai-nilai kewirausahaan bangsa yang diinginkan. Misalnya sekolah memiliki business center, hasil kreativitas peserta didik di pajang, setiap seminggu sekali atau sebulan sekali ada kegiatan ‘business day’ (bazar, karya peserta didik, dll).
d.      Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
e.       Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan k egiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
f.       Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lngkungan sekolah).
g.      Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di  ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Dalam penerapan pendidikan kewirausahaan yang berkarakter sebagai pendidikan dasar, hal yang penting dan tidak boleh dilewatkan adalah penilaian keberhasilan atau ketercapaian nilai-nilai kewirausahaan di berbagai jenjang pendidikan. Seperti yang dipaparkan oleh Mulyani, dkk (2010) di bawah ini:



Tabel 2.1 Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang PAUD/TK
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
INDIKATOR KETERCAPAIAN
Individu
Kelas
Sekolah
Mandiri
Mampu mengerjakan tugas sendiri,
Mengambil dan menaruh benda (misal: peralatan sekolah) pada tempatnya.
Menciptakan suasana kelas yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja mandiri.
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
Kreatif
Membuat suatu karya tulis/seni dari bahan tersedia di kelas,
Mengajukan pertanyaan setiap melihat sesuatu yang aneh.
Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif,
Pemberian tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi.
Menciptakan situasi sekolah yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
Berani mengambil risiko
Menyukai pekerjaan yang menantang,
Berani dan mampu
mengambil risiko kerja.
Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan anak menyukai pada pekerjaan yang menantang,
Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan anak berani mengambil resiko kerja.
Menciptakan situasi sekolah yang mampu menumbuhkan keberanian anak untuk mengmbil resiko.
Berorientasi pada tindakan
Melakukan sesuatu yang diketahui,
Mengambil inisiatif untuk bertindak.
Menciptakan situasi belajar yang bisa mendorong anak untuk melakukan sesuatu sesuai yang diperoleh dalam pembelajaran.
Menciptakan situasi sekolah yang mampu mendorong anak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang dipahami.
Kepemimpinan
Menujukkan perilaku yang selalu terbuka terhadap saran dan kritik,
Mudah bergaul,
Mampu bekerja sama dengan teman,
Menegur teman yang dianggap keliru.
Menciptakan situasi belajar yang bisa mendorong anak memiliki karakter seorang pemimpin.
Menciptakan situasi sekolah yang mampu mendorong anak untuk bertindak seperti seorang pemimpin.
Sumber: Mulyani, dkk (2010)


Tabel 2.2 Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang SD/Setara
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
INDIKATOR KETERCAPAIAN
Individu
Kelas
Sekolah
Mandiri
Mampu melakukan tugas tanpa bantuan orang lain
Mampu mencari sumber belajar sendiri
Menciptakan
suasana kelas yang
memberi
kesempatan pada
peserta didik untuk
bekerja mandiri
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik
Kreatif
Membuat suatu karya tulis/seni dari bahan tersedia
Membuat berbagai
kalimat baru dengan
kata-kata sendiri
Mengusulkan suatu
kegiatan baru di kelas
Menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif
Pemberian tugas yang menantang munculnya karyakarya baru baik
yang autentik maupun modifikasi
Menciptakan situasi sekolah yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif.
Berani mengambil risiko
Berani menerima
akibat dari perbuatannya sendiri
Menyukai tantangan
Memberikan tugas
yang menantang kepada peserta didik
Memberikan peluang agar peserta didik
Mengembangkan potensi bisnis
Berorientasi pada tindakan
Senang berbuat
Mempraktikkan gagasannya
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan gagasannya
Memberikan layanan prima untuk
Mengembangkan gagasannya
Kepemimpinan
Mampu mengkoordinir teman-teman dalam kelompok
Mampu menerima
kritik dari teman
Mampu menerima
saran dari teman
Membangun suasana diskusi kelas
Membentuk ketua
kelas secara bergiliran
Menciptakan suasana sekolah yang demokratis
Kerja keras
Mencari informasi
dari sumber di luar
buku pelajaran
Menggunakan sebagian besar waktu
di kelas maupun di luar kelas untuk belajar
Menciptakan situasi kelas agar peserta didik mencari sumber
informasi
Memberikan tugas kepada peserta didik untuk mengeksplorasi
sumber-sumber bacaan
Memfasilitasi warga sekolah untuk melakukan kegiatan belajar
Menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang peserta
didik mencari sumber bacaan
Sumber: Mulyani, dkk (2010)



Tabel 2.3 Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang SMP/Setara
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
INDIKATOR KETERCAPAIAN
Individu
Kelas
Sekolah
Mandiri
Tidak bergantung pada orang lain
Mampu mencari sumber belajar sendiri
Mampu mengerjakan tugas sendiri
Menciptakan suasana kelas yang memberi
kesempatan pada peserta didik untuk bekerja mandiri
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik
Kreatif
Mengajukan pendapat yang berkaitan dengan
tugas
Mengemukakan gagasan baru
Mendiskripsikan konsep dengan kata-kata sendiri
Menciptakan situasi belajar yang bisa
Menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif
Pemberian tugas yang menantang munculnya
karya-karya baru baik yang autentik maupun
modifikasi
Menciptakan situasi yang menumbuhkan
daya berpikir dan
bertindak kreatif
Berani mengambil risiko
Menyukai tugas yang menantang
Berani menerima akibat dari perbuatannya sendiri
Memberikan tugas yang menantang kepada peserta didik
Memberikan peluang agar peserta didik
mengembangkan
potensi bisnis
Berorientasi pada tindakan
Mewujudkan gagasan dengan tindakan
Senang berbuat sesuatu
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
Menerapkan gagasannya
Memberikan layanan prima untuk
mengembangkan
gagasannya
Kepemimpinan
Terbuka terhadap saran dan kritik
Bersikap sebagai pemimpin dalam kelompok
Membagi tugas dalam kelompok
Menjadi role model
Menciptakan situasi bagi peserta didik untuk mengembangkan Bakat kepemimpinan
Menciptakan suasana sekolah yang demokratis
Kerja keras
Mengerjakan tugas pada waktu yang telah ditentukan
Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan belajar
Selalu fokus pada
pekerjaan atau pelajaran
Menciptakan situasi agar peserta didik
mencari sumber informasi
Memfasilitasi warga sekolah untuk melakukan kegiatan belajar
Konsep
Memahami konsep-konsep dasar
kewirausahaan
Menciptakan suasana belajar yang kondusif
Agar memudahkan
siswa memahami konsep kewirausahaan
Memfasilitasi warga sekolah agar siswa
Menerapkan konsep yang dipahami
Skill/Keterampilan
Mampu mengidentifikasi peluang usaha
Mampu mengalisis
secara sederhana peluang berserta
resikonya
Mampu merumuskan dan merancang usaha
bisnis (sederhana)
Mampu berlatih membuka usaha baru secaraberkelompok
Menciptakan suasana kelas yang
Memberikan kegiatan-kegiatan yang mengarah ada pencapaian keterampilan
tertentu
Membudayakan sekolah untuk melakukan kegiatan
kewirausahaan
Sumber: Mulyani, dkk (2010)
Tabel 2.4 Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang SMA/Setara
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
INDIKATOR KETERCAPAIAN
Individu
Kelas
Sekolah
Mandiri
Melakukan sendiri tugas kelas yang
Menjadi kewajibannya
Tidak bergantung pada orang lain
Menciptakan suasana kelas yang memberi
kesempatan pada peserta didik untuk bekerja mandiri
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik
Kreatif
Mengajukan pendapat yang berkaitan dengan
tugas pokoknya
Mengemukakan gagasan baru
Mendiskripsikan konsep dengan kata-kata sendiri
Menciptakan situasi belajar yang bisa
Menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif
Pemberian tugas yang menantang munculnya
karya-karya baru baik yang autentik maupun
modifikasi
Menciptakan situasi yang menumbuhkan
daya berpikir dan
bertindak kreatif
Berani mengambil risiko
Menyukai tugas yang menantang
Berani menerima akibat dari perbuatannya sendiri
Memberikan tugas yang menantang kepada peserta didik
Memberikan peluang agar peserta didik
mengembangkan
potensi bisnis
Berorientasi pada tindakan
Mewujudkan gagasan dengan tindakan
Senang berbuat sesuatu
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
Menerapkan gagasannya
Memberikan layanan prima untuk
mengembangkan
gagasannya
Kepemimpinan
Terbuka terhadap saran dan kritik
Bersikap sebagai pemimpin dalam kelompok
Membagi tugas dalam kelompok
Menjadi role model
Menciptakan situasi bagi peserta didik untuk mengembangkan
Bakat kepemimpinan
Menciptakan suasana sekolah yang demokratis
Kerja keras
Mengerjakan tugas pada waktu yang telah ditentukan
Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan belajar
Selalu fokus pada
pekerjaan atau pelajaran
Menciptakan situasi agar peserta didik
mencari sumber informasi
Memfasilitasi warga sekolah untuk melakukan kegiatan belajar yang maksimal
Konsep
Memahami konsep-konsep dasar
kewirausahaan
Menciptakan suasana belajar yang kondusif
Agar memudahkan
siswa memahami konsep kewirausahaan
Memfasilitasi warga sekolah agar siswa
Menerapkan konsep yang dipahami
Skill/Keterampilan
Mampu mengidentifikasi peluang usaha
Mampu mengalisis
secara sederhana peluang berserta
resikonya
Mampu merumuskan dan merancang usaha
bisnis (sederhana)
Mampu berlatih membuka usaha baru secaraberkelompok
Menciptakan suasana kelas yang
Memberikan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pencapaian keterampilan
tertentu
Membudayakan sekolah untuk melakukan kegiatan
kewirausahaan
Sumber: Mulyani, dkk (2010)


Tabel 2.4 Indikator Ketercapaian Nilai-nilai Kewirausahaan Jenjang SMK/Setara
NILAI-NILAI
KEWIRAUSAHAAN
INDIKATOR KETERCAPAIAN
Individu
Kelas
Sekolah
Mandiri
Melakukan sendiri tugas kelas yang
Menjadi kewajibannya
Tidak bergantung pada orang lain
Menciptakan suasana kelas yang memberi
kesempatan pada peserta didik untuk bekerja mandiri
Menciptakan situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik
Kreatif
Mengajukan pendapat yang berkaitan dengan
tugas pokoknya
Mengemukakan gagasan baru
Mendiskripsikan konsep dengan kata-kata sendiri
Menciptakan situasi belajar yang bisa
Menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif
Pemberian tugas yang menantang munculnya
karya-karya baru baik yang autentik maupun
modifikasi
Menciptakan situasi yang menumbuhkan
daya berpikir dan
bertindak kreatif
Berani mengambil risiko
Menyukai tugas yang menantang
Berani menerima akibat dari perbuatannya sendiri
Memberikan tugas yang menantang kepada peserta didik
Memberikan peluang agar peserta didik
mengembangkan
potensi bisnis
Berorientasi pada tindakan
Mewujudkan gagasan dengan tindakan
Senang berbuat sesuatu
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
Menerapkan gagasannya
Memberikan layanan prima untuk
mengembangkan
gagasannya
Kepemimpinan
Terbuka terhadap saran dan kritik
Bersikap sebagai pemimpin dalam kelompok
Membagi tugas dalam kelompok
Menjadi role model
Menciptakan situasi bagi peserta didik untuk mengembangkan
Bakat kepemimpinan
Menciptakan suasana sekolah yang demokratis
Kerja keras
Mengerjakan tugas pada waktu yang telah ditentukan
Tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan belajar
Menciptakan situasi agar peserta didik
mencari sumber informasi
Memfasilitasi warga sekolah untuk melakukan kegiatan belajar yang maksimal
Konsep
Memahami konsep-konsep dasar
kewirausahaan
Menciptakan suasana belajar yang kondusif
Agar memudahkan
siswa memahami konsep kewirausahaan
Memfasilitasi warga sekolah agar siswa
menerapkan konsep yang dipahami
Skill/Keterampilan
Mampu mengidentifikasi peluang usaha
Mampu mengalisis
secara sederhana peluang berserta
resikonya
Mampu merumuskan dan merancang usaha
bisnis (sederhana)
Mampu berlatih membuka usaha baru secara individu
dengan berorientasi
pada profit
Menciptakan suasana kelas yang
Memberikan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pencapaian keterampilan
tertentu
Membudayakan sekolah untuk melakukan kegiatan
kewirausahaan
Sumber: Mulyani, dkk (2010)


4 komentar:

  1. Bagus sekali, mbak ChellaMarcel. Saya ijin copas utk bahan bacaan awal mengenai wawasan kewirausahaan ini. Semoga sukses selalu...:-)

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. mba, maaf mau nanya indikator ketercapaian nilai kewirausahaan di atas bersumber darimana ya? atau dari buku apa? makasih mohon balas

    BalasHapus
  4. Do you need Finance? Are you looking for Finance? Are you looking for finance to enlarge your business? We help individuals and companies to obtain finance for business expanding and to setup a new business ranging any amount. Get finance at affordable interest rate of 3%, Do you need this finance for business and to clear your bills? Then send us an email now for more information contact us now via (financialserviceoffer876@gmail.com) whats-App +918929509036 Dr James Eric Finance Pvt Ltd Thanks

    BalasHapus